OPINI

FENOMENA BERAS RASKIN

104
×

FENOMENA BERAS RASKIN

Sebarkan artikel ini

Poto——) Beras Raskin

Oleh. Petrus Salko

Berbagai kegiatan pembangunan, pemberdayaan dan pelayanan kemasyarakatan dilakukan dalam suatu proses pemerintahan dari saat didirikannya. Ada penerimaan pajak dan retribusi, kontribusi sampai kepada pungutan-pungutan. Namun pungutan itu sendiri ada yang resmi, ada juga yang tidak resmi (pungutan liar) alias PUNGLI.

Di era reformasi segala sesuatu kegiatan pembangunan, pemberdayaan dan pelayanan kemasyarakatan akan dapat dilakukan dan dapat pula berjalan dengan baik jika didasari dengan suatu ketentuan perundang-undangan, baik itu penerimaan dan atau pungutan-pungutan sampai kepada pembelanjaan.

Dalam hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang,  SATUAN TUGAS SAPU BERSIH PUNGLI, maka dapat dimaknai bahwa pemerintah merasa PUNGLI merupakan suatu kegiatan yang merusak dan merugikan sendi-sendi pembangunan dan perekonomian masyarakat dikarenakan PUNGLI merupakan pungutan yang tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hanya untuk kepentingan perorangan.

Sebagaimana sesuai penjabaran diatas, sarang PUNGLI juga ada di tingkat Desa. sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri RI, Nomor 113 Tahun 2014, Pasal 25, Anggka (1) “Pemerintah desa dilarang melakukan pungutan sebagai penerimaan desa selain yang ditetapkan dalam peraturan desa”.  Suatu prosedur pungutan dapat dikatakan legal apabila jenis pungutan tersebut telah dimusyawarahkan dan dituangkan dalam RPJMDes, RKPDes dan dianggarkan dalam APBDes, sesuai dengan kebutuhan peruntukannya. Namun masih banyak PUNGLI yang masih terjadi di desa dalam memahami Pepres dan Permendagri diatas.

Misalnya salah satu pungutan di desa yang dikategorikan PUNGLI adalh di saat pendistribusian beras RASKIN di Desa oleh pemerintah desa, di mana pemerintah desa selalj saja melakukan penjualan beras raskin, dari harga sesuai ketentuan Pemerintah, yaitu dengan harga : Rp. 1.600,- (seribu enam ratus rupiah) per-Kg, yang selalu dijual dengan hargabdiatas dari ketentuan pemerintah, yang sebagaimana pungutan tersebut tidak tertuang dalam RPJMDes, RKPDes dan tidak dianggarkan pula dalam APBDes, sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri RI, Nomor 113 Tahun 2014, Pasal 25, Anggka (1), dari semenjak adanya ketentuan untuk setiap desa diwajibkan memiliki RPJMDes, RKPDes dan APBDes. Dan kondisi ini telah berlangsung hinga saat ini.

Yang perlu diketahui adalah bahwa PUNGLI itu bukan merupakan suatu pelanggaran yang dilihat dari nominal jumlah pungutan yang diambil, yaitu sebesar : Rp. 500,- (lima ratus rupiah) dan atau : Rp. 1.000,- (seribu rupiah), tetapi suatu pungutan yang dilakukan tanpa dasar Hukum.

Menjadi pertanyaan adalah :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *