Munawir La Amin: Ketua Umum HMI Cabang Kupang
Waktu terus berganti dan bulan suci Ramadhan telah pergi. Kini Umat Islam memasuki bulan kemenangan, dengan suka cita yang terekspresi dalam senandung takbir, tahlil, dan tahmid. Suka cita menunjukan ekspresi kefitraan diri yang terus berbenah kearah yang lebih baik. Bulan kemenangan adalah pentabiran kualitas diri personal yang terasa, yang terdidik atau yang tergodok dipesantren Ramadhan selama sebulan penuh. Tentu efek pengodokan akan nampak dalam realitas sosial, inilah kiranya esensi kemenangan, dimana kualitas beribadah dibulan nan suci akan menampakan kualitasnya, yang sungguh-sungguh dan ikhlas menempah diri akan bermuara pada ketakwaan seperti layaknya janji Tuhan bagi orang-orang yang berpuasa. Kiranya takwa menjadi derajat pembeda manusia disisi Tuhannya. Implikasi takwa dalam realitas sosial, tentunya ada pada menjalin atau menjaga hubungan, sebaik-baiknya orang yang bertakwa tentu akan menjaga hubungan yang baik dengan Tuhan, sesama manusia dan alam.
Kita sadari dalam mengisi atau menyabut datangnya bulan kemenangan diberbagai penjuru tanah air tentu disambut dengan berbagai tradisi dan kekhasan daerah masing-masing. Begitu pula di Alor, nusa tertimur di Nusa Tenggara Timur (NTT). Disini ada tradisi yang unik, dimana bulan kemenangan bukan hanya menjadi suka cita umat Islam semata namun kemenangan menjadi suka cita keberagamaan agama di Alor. Takbir, tahlil, dan tahmid membahana ditengah keberagaman tanpa harus diragukan keamanannya. Saudara non muslim menjadi pengaman dipagi hari takala saudara mereka lagi khusyu bersujud memuliakan Tuhan. Silaturahmi dan saling maaf-memaafkan nampak bukan hanya antar sesama muslim namun terbangun antar sesama manusia beragama yang ada di Alor, dan menariknya ada pertukaran barang bawaan dari saudara non muslim kepada saudara muslimnya, begitu pula sebaliknya wadah yang telah kosong diisi kembali oleh saudara yang muslim dengan makanan-makanan khas lebaran kepada saudara non muslimnya. Nampak erat persaudaraan yang tebangun tanpa ada skat keagamaan yang menjulang tinggi atau mengkotak-kotakan perbedaan yang ada. Keceriaan dengan dihiasi oleh senyum-senyum manis khas timur beradu dalam ruang perbedaan, senyum kebahagian itu merekatkan perbedaan, menumbuhkan spirit kebersaman dalam nuansa kemenangan.
Spirit tradisi ini melukiskan, bahwa kemenangan mestinya menjadi kebahagian bersama walau dari entitas yang berbeda. Syaidina Ali berpesan bahwa: “mereka yang bukan saudara seiman adalah saudara sesama manusia”, sehingga implikasi kebahagiaan dari sebuah proses kemenangan tidak hanya dikapling pada ruang seiman namun perlu berimplikasi pada kebahagiaan dan kedamaian sosial yang dirasakan oleh semua orang dengan caranya masing-masing yang tentunya tidak bertentangan dengan keyakinan masing-masing.
Sebuah tradisi yang tentunya memiliki pesan persatuan dalam kemajemukan. Memberikan sebuah pemahaman kepada kita tentang fitrah diri manusia yang berketuhanan yang maha Esa, yang mana ruh ketuhanan telah mengkristal dalam sanubari yang menggerakan motifasi tindakan bersosial ditengah-tengah perbedaan.