Ketum HMI Cabang Kupang, Munawir La Amin(Mahensa Express)
Alor dengan panorama alam, pantai, taman laut dan budaya serta keberagaman bahasa menjadikannya sebagai salah satu surga dipelosok Timur Indonesia. Kekayaan yang tiada tara sungguh menjadi daya pikat tersendiri bagi wisatawan domestik atau pun wisatawan manca negara untuk senantiasa mengunjungi Alor. Kecantikan, kekayaan dan keunikannya menjadikan Alor dikenal dengan beberapa semboyan diantaranya: negeri 1000 Moko, Kota Kenari, Surga di Timur Matahari dan Surga Toleransi di Timur. Namun sungguh miris, segala potensi kelebihan yang dimiliki hanya mampu mengatarkan Alor masuk dalam kategori 122 Kabupaten daerah tertinggal yang dirilis oleh Presiden Jokowi. Ini semestinya menjadi cemeti bagi semua pemangku kepentingan yang ada di Alor untuk membenahi diri dan melakukan refleksi kedirian secara masal. Sungguh mengherankan dengan anugerah kekayaan yang ada melahirkan kemiskinan dan ketertinggalan dengan gambaran riil kontraditas tatanan sosial yang memiluhkan.
Alor menjadi salah satu kabupaten tertua di NTT pasca dimekarkannya NTT, NTB dan Bali dari Sunda Kecil. Jika pola pembangunan Alor biasa-biasa saja maka bukan hanya status tertinggal namun bisa saja Alor akan terus ditinggal jauh oleh kabupaten-kabupaten baru yang ada di NTT. Perlu keseriusan dan keberaniaan terobosan dalam mengolah segala potensi yang ada dibumi Alor.
Alor merupakan satu dari sekian banyak kabupaten/Kota di Indonesia yang akan melaksanakan Pilkada serentak pada Tahun 2018. Ini adalah momentum emas bagi seluruh entitas masyarakat Alor untuk berbenah diri mengapai masa depan Alor. Momentum emas yang tersaji melalui ruang politik, dimana idealnya ruang ini merupakan seni mengola rasa dan empati kemanusian untuk mencapai tujuan hidup bersama dan saling mensejahterakan. Namun realitanya dalam tujuan saling mensejahterakan muncullah kepentingan-kepentingan yang tak jarang saling berbenturan baik idea maupun saling berhadapan dan sikap memasang kuda-kuda satu dengan yang lainnya. Pada akhirnya kesejahteraan bersama hanya akan menjadi isapan jempol dan janji-janji politik menguap diruang hampa tanpa membekas bagi rakyat kecil.
Melihat realitas Alor yang terpinggir dan tertinggal menjadi sebuah keniscayaan bahwa egositas terhadap kepentingan diri sendiri dan kelompok (tim sukses) diruang politik sudah mestinya dikubur. Kearifan lokal dan filosofi politik balai bambu sudah semestinya digali dan dikedepankan dalam prinsip berdemokrasi. Filosofi politik balai bambu yang dimaksudkan adalah bagaimana dalam tataran berpolitik bercermin dan mengambil hikmah pada proses tumbuh kembang bambu hingga menjadi balai bambu.
Bambu tak pernah hidup sendiri, malah sebaliknya selalu berumpun. Tumbuh kembang menjulang tinggi dalam keberumpunan melahirkan konsekuensi logis tuk saling bergesekan dan itu tanda kedekatan sehingga bambu tak saling mereduksi satu dengan yang lainnya hingga besar bersama dan bersama dijadikan balai bambu. Diatas balai bambu segala aktifitas manusia tersajikan.