Oleh : Felix Hitler Alokafani
Aktifis Ikatan Mahasiswa Welai Lembur Kupang
Pendidikan adalah senjata yng dapat merubah dunia kata nelson mandela”Hal tersebut hanya terjadi dalam lingkup pendidikan tinggi yang sedang normal tanpa ada persoalan hukum bangsa ini akan maju dan berkembang apabila di dukung dengan SDM yang berkualitas lalu pendidikan yang menjadi penunjang kualitas SDM sedang di komerlisasikan dengan gaya liberal tanpa kontrol yang jelas dari pihak yang berkapasitas sehingga marwah pendidikan tersebut hampir punah tergilas kepentingan oknum opurtunis
Di hadapan negara ini kami datang dengan sejumlah pemikiran kritis dan progresif melawan dan menentang ketidakadilan terhadap masa depan kami yang secara sadar sedang di abaikan oleh para pemangku kepentingan di negara ini mereka dengan seenaknya membuat regulasi mulai dari Undang-Undang peraturan pemerintah/Mentri sampe pada aturan terendah tetapi pada proses riilnya implementasi ternyata sangat jauh dari kesempurnaan yang diharapkan oleh khayalak akademik.
Proklamasi berganti proklamasi sejak tanggal 17 agustus 1945 sampai pada 17 agustus 2017 atau tepatnya suda 72 tahun negara ini merdeka dari kolonial penjajah namum kemerdekaan yang sesungguhnya secara manusiawi kami belum merasakanya.
Karena pemimpin di negara ini sepertinya turut terlibat dalam menyeting skenario busuk untuk merusak tatanan pendidikan di lingkup akademik sala satu perguruan tinggi suasta di kupang propensi nusa tenggara timur
Kejadiaan naas yang menimpa institusi tersebut dikarenakan perebutan legal standing antra kedua oknum yang berkepentingan hingga akirnya lembaga yudikatif harus menjadi abjek tuntasnya polemik tersebut namum fakta hukum menerangkan bahwa keputusan pengadilan tida mendapat sebua jawaban tuntasnya kemelut tersebut malah keadaanya berbanding terbalik dari harapan yang semestinya
Proses bergulir roda terus berputar di lingkaran geriji tajam yang terus menerus menikam anak anak bangsa yang tida tau menau urusan elit.
Teriakan pro dan kontra di nyanyikan oleh masing masing folowers sebagai tanda dukungan tetapi di sisi lain malah pihak kementrian pendidikan tinggi dan kopertis wilaya VIII tida menoleh ke NTT apa sebenarnya masalah yang menimpa sala satu perguruan tinggi suasta tersebut padahal kasus tersebut suda terdengar di telinga mereka melalui forkompinda yang waktu itu sempat ke jakarta untuk melakukan konsultasi dengan pihak kementrian berkaitan dengan kasus yang ada tetapi perjuangan itu pun tida mendapat sebua hasil maksimal sementra dalam internal institusi tersebut sedang kacau balau karena mahasiswa suda mulai resah dengan kejadian yng melanda lembaga mereka ada yang memilih melawan adapula yang memilih bertahan dengan ketidakpastian
Sehinggga dari pergesekan tersebut akirnya melahirkan dualisme kepemimpinan dan mahasiswapun terbelah menjadi dua kubu tetapi anehnya pihak yang berwajip bahkan pemerinta daera dan parlement daera masa bodoh melihat sandiwara pendidikan yang sedang di gelorahkan oleh kedua kubu tersebut.
Lebih aneh lagi kedua kubu berjalan di atas satu badan hukum dari kementrian hukum dan hak asasi manusia dan berpdoman pada ijin operasional dari kementrian pendidikan dengan beroperasi menggunakan nama lembaga yang sama apa ini tida gila dan apa perbuatan seperti ini di atur dalam regulasi NKRI sebagai cermin hukum dalam menentapkan sebua keputusan.
Dalam waktu yang bersamaan dan dalam kondisi persoalan kampus yang bermasalah saat itu kedua pihak resmi melakuakn kegiatan rapat senat terbuka(wisuda)
menggunakan satu ijin dan satu nama lembaga sebagai badan penyelenggara tetapi proses dan tindakan yang merugikan itu malah tida di respon juga oleh pihak kementrian selaku pejabat negara yang berkapasitas sehingga saat ini di seluruh kabupaten kota sepropensi NTT terdapat dua produk hukum dari satu lembaga yang di tanda tangani oleh dua pejabat yang berbeda bagaimana mungkin ijasah tersebut mau di akui legalitasnya.