Seperti layaknya setiap ciptaan Tuhan,bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai budayanya dan seluruh kelu kesa rakyat jelatanya.
Ketika berdiri dihadapan forum dan berbicara dan mereka merespon dengan tepuk tangan yang meriah itu sudah biasa. Bahkan ada yang menyampaikan rasa kagum dan berterima kasih berkali-kali.
Terkadang aku terbawah dorongan yang terus menghantui batin ini untuk merubah tatanan kepemerintahan kabupaten Alor.
Didaerah ini banyak pemangku kepentingan pemerintah yang seakan-akan berhadapan dengan manusia polos dan lugu yang terjebak oleh arus kemacetan lalulintas.
Ketika pemimpin terlihat seperti ini bagaimana dengan bawahan samapai pada masyarakat pribumi. Mau menyeberang takut,tetapi memilih untuk terdiam ,kapan sampai tujuan.sementara tujuan ada diseberang jalan.
Hal politiksasi menjadi sasaran utama para elit Negara dibumi nusa kenari. Urusan sedemikian kompleks,bagai benak kusut tak terurai,hal politik merupakan potret kehidupan social-kenegaran,baik yang tampak dalam wujud dalam gerekan ataupun aliran maupun dinamika kehidupan secara menyeluruh.
Saya berpandangan sebagai seorang aktivis datang mengutarakan semua ini berdasarkan tinjauan saya. Singkat kata semua ini terjadi karena factor kemiskinan,kesenjangan social,kesenjangan keimanan, kesenjangan ideology,ketidak adilan ekonomi,,politik dan hokum serta kerusakan tatanan kehidupan lainnya.
Konflik-konflik yang bersumber dari minuman keras,aliran-aliran keagamaan dan kriminilitas merupakan sebuah persolan besar yang menimpah daerah ini,lantas siapa yang akan membrantas semuanya ini ? jikalau semua persoalan itu muncul dari kaum muda nusa kenari.
Bagaimana dengan semboyan orang Alor “TARAMITI TOMINUKU”yang dalam bahasa indonesianya berbeda-beda tempat tinggal tetapi kita adalah satu.
Siang berganti malam,bulan berganti bulan,tahun berganti tahun sampai kapan semua persoalan ini berakhir.