Mahensa Express.Com. Keresahan yang mendalam dialami ribuan orang Kristen di sebuah daerah miskin di China. Mereka dipaksa mengganti gambar Yesus di rumah mereka dengan gambar Presiden Xi Jinping. Penggantian itu atas desakan pemerintah daerah setempat sebagai bagian dari program bantuan kemiskinan.
Dikutif dar laman Radar Sejagad.Com Kejadian ini berlangsung di pinggiran Poyang, Yugan, Provinsi Jiangxi yang dikenal sebagai wilayah komunitas Kristen yang besar. Pemerintah setempat berusaha untuk mengubah orang-orang yang percaya pada agama menjadi orang-orang yang percaya pada Partai Komunis.
Menurut data resmi pemerintah, lebih dari 11 persen dari sekitar 1 juta penduduk di daerah tersebut hidup di bawah garis kemiskinan.
Selain gambar Yesus, salib dan ayat-ayat Injil juga diminta diganti dengan potret Presiden Xi Jinping. Praktik ini mirip era pengkultusan Mao Zedong, di mana potret mantan pemimpin China itu pernah menghiasi setiap rumah penduduk China.
Di bawah pimpinan Xi Jinping, mengakhiri kemiskinan di China pada tahun 2020 menjadi prioritas utama Partai Komunis. Kampanye tersebut tidak hanya penting bagi warisan politik sejak era Mao Zedong, namun juga berfungsi untuk mengkonsolidasikan kontrol partai atas akar rumput masyarakat.
Sebuah akun media sosial lokal melaporkan pada akhir pekan lalu bahwa di Kota Huangjinbu, Yugan, kader partai mengunjungi para keluarga miskin Kristen untuk mempromosikan kebijakan bantuan kemiskinan partai dan membantu mereka memecahkan masalah material.
”Pejabat tersebut berhasil ‘melelehkan es’ yang keras di dalam hati mereka dan mengubahnya dari percaya pada agama menjadi percaya pada partai tersebut,” bunyi laporan itu yang dipublikasikan South China Morning Post, Selasa (14/11/2017).
Akibatnya, lebih dari 600 penduduk desa menyingkirkan teks-teks dan lukisan agama yang mereka miliki di rumah mereka, dan menggantinya dengan 453 potret Xi Jinping.
Laporan tersebut mendadak hilang pada Senin sore, namun kampanye tersebut telah dikonfirmasi oleh penduduk desa dan pejabat lokal yang dihubungi oleh South China Morning Post.