ORANG-ORANG PESISIR
menjala ingin di atas pusaran hari
setiap langkah adalah perihal gemulung ombak
layar terkembang kayuh berdendang
sampan melaju merentas tubir mimpi
kepak camar membawa harapan-harapan kecil
gaduh angin menukik di antara celah jemari
syair-syair rindu menggeliang syahdu
percakapan perihal laut buncah
meruah di antara karam airmata
Pulau Pura, 2018
LELAKI PESISIR DALAM LIRIH DOA PUJA
Senja belum bergegas
meranggas menuju pemiliknya.
Di tubir pantai, lelaki bertubuh tegap
bersedekap dalam lirih,
kata-kata puja mencurah dari anak lidah.
Pada debur ombak
ia melebur diri.
Buih-buih terserak di kaki.
Seribu pinta disematkan
pada riak-riak kecil yang tak lagi riuh.
“Jika cinta adalah perihal
bahagia. Bersama siapa kureguk tawa?
Dan jika cinta adalah kasih. Kenapa
harus ada saling benci?”
Seribu kepalan tangan menghardik,
wajah-wajah menukik marah,
benci menjelma anak-anak panah
siap menancap di dada.
Hening menjalar. Dikemas lagi
bualan yang tak mempan di kuping
tuan pesisir. “Pulang adalah kesemuan
menuju kesejatian,” katanya memandang
langit merah yang tak lagi ramah.
Wetabua, 2017
BAHAGIA BELUM JUGA TAMPAK
seperti pagi kemarin
mereka duduk bersisian di sebuah senja senyap
angin laut menarungkan warta purba
ihwal janji yang lupa dikremasi