OPINI

PENJARAHAN BERKEDOK PEMBANGUNAN YANG BEGITU MENGILUSI MATA HATI MAHASISWA INDONESIA

115
×

PENJARAHAN BERKEDOK PEMBANGUNAN YANG BEGITU MENGILUSI MATA HATI MAHASISWA INDONESIA

Sebarkan artikel ini

Oleh:Orlando Orolaleng
Dengan orientasi ekonomi politik dan budaya negara Indonesia yang dimana merupakan negara Setengah Jajahan-Setengah Feudal, sudah jelas pembangunan jalan tol di Papua sebagai salah satu contoh dari sekian banyak pembangunan Jokowi hari ini adalah PENUNJANG BAGI PEREKONOMIAN KAPITALISME MONOPOLI DALAM AKUMULASI KAPITALNYA. Kapitalisme Monopoli tentunya membutuhkan biaya yang lebih murah dan cepat dalam memutarkan kapitalnya untuk mendapatkan keuntungan berlipat ganda, oleh sebab itu negara menunjangnya dengan berbagai pembangunan yang justru mematikan ekonomi rakyat kecil. Negara tidak pernah berniat sedikitpun menyandarkan pembangunan sebagai penunjang perekonomian rakyat. Dengan massifnya Pembangunan demi kepentingan Imperialisme, perampasan tanah rakyat pula semakin meningkat. Kaum tani dan masyarakat suku adat minoritas pun terusir dari tanahnya, yang dimana tanah merupakan sumber penghidupan dan kehidupan mereka.
Rezim Jokowi-JK terus memberikan “karpet merah” bagi investasi imperialis, khususnya Amerika Serikat di Indonesia.Dalam Investment Report Executive Summary oleh AmCham Indonesia dan U.S Chamber of Commerce (USCC) ditegaskan bahwa untuk memasifkan investasi dibutuhkan iklim investasi yang baik dan menghilangkan kerumitan birokrasi yang ada di Indonesia. AS menargetkan nilai kegiatan ekonomi Indonesia-Amerika akan naik 46,2 persen dari US$ 90,1 miliar pada 2014 menjadi US$ 131,7 pada 2019. Tentu dengan investasi sebesar ini, pemerintah Indonesia harus menyediakan penunjang fasilitas berupa infrastruktur dalam memuluskannya.
Baru-baru ini, kaum tani lagi-lagi kembali digempur dengan skema impor beras. Kebijakan Impor beras tentunya hanya merugikan petani produsen. Padahal sebentar lagi kita akan memasuki musim panen raya. Tentu saja impor beras akan mengancam anjloknya harga di tingkat petani.Kebijakan impor oleh pemerintah dengan alasan untuk menjaga melokjaknya harga karena menipisnya stok beras nasional juga tidak masuk akal, Produksi padi secara nasional dilaporkan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya mulai dari tahun 2014 hingga 2017. Pada tahun 2014 produksi gabah 70.846.465 ton, di tahun 2015 naik menjadi 75.397.841 ton, pada tahun 2016 produksi naik mencapai 79.354.767 ton, dan sampai akhir 2017 produksi nasional mencapai 81.382.451 ton.
Jika dibandingkan dengan tingkat konsumsi nasional sebesar 28 juta ton per tahun, semestinya kita sudah mengalami surplus beras, sebab susut gabah kering giling menjadi beras hanya 38% maksimal. Dengan kata lain, 62% gabah kering giling menjadi beras. Hal ini juga dikuatkan dengan data BPS dan pernyataan Menteri Pertanian. Menjadi aneh dan tidak masuk akal kemudian jika Pemerintah Jokowi-JK terus melakukan Impor beras.
Dalam catatan sepanjang pemerintah Jokowi-JK, Impor mengalami kenaikan bersamaan dengan naiknya produksi padi nasional. Pada tahun 2014 impor beras sebesar 503 ribu ton dan pada tahun 2015 naik menjadi 861 ribu ton. Kemudian pada tahun 2016 naik 1,2 juta ton dan sampai bulan Mei 2017 Pemerintah Jokowi sudah melakukan impor sebesar 94 ribu ton.
Kebijakan impor selama ini terbukti gagal mengatasi masalah tingginya harga beras di pasaran. Faktaya harga beras terus mangalami kenaikan dari tahun ke tahun, bahkan harga beras di pasar sebagian lebih tinggi dari harga eceran tertinggi yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu sebesar Rp. 9.450/kg untuk beras medium dan Rp. 12.800/kg untuk beras premium.
Di bawah rezim Jokowi, AGRA mencatat monopoli tanah semakin besar terjadi. Saat ini 35,8 juta hektar tanah dikuasai hanya oleh 531 perusahaan baik negara maupun swasta. Di Jawa, Perhutani memiliki 2.426.445 Ha. Sementara 51 Taman Nasional menguasai tanah 15.820.369 Ha. Perusahaan perkebunan besar menguasai 5,1 juta Ha tanah. Di lain sisi, 56% kaum tani Indonesia hanya memiliki tanah kurang dari 0,5 Ha.
Kemiskinan dan kemerosotan hidup kaum tani dan masyarakat pedesaan, semakin parah dengan mahalnya Sarana Produksi Pertanian (Saprotan), dan rendahnya hasil produksi pertanian akibat maraknya liberalisasi disektor pertanian, serta potongan lansung atas upah dan pendapatan kaum tani. Berbagai skema liberalisasi pertanian, diantaranya: Sistem perkebunan Inti-Plasma, Kemitraan, potongan upah dan pendapatan tani dan buruh perkebunan sawit dengan skema Pendanaan Minyak Sawit (CPO Fund), dan PIS-AGRO.
Program Kemitraan untuk Pertanian Berkelanjutan Indonesia (Partnership for Indonesian sustainable Agriculture: PIS-AGRO), merupakan kerjasama liberalisasi pertanian yang lahir dari Forum Ekonomi Dunia di tahun 2012 sebagai satu bentuk baru dari penjarahan kapitalis monopoli dan kaki-tangannya di dalam negeri. Program kerjasama ini secara lansung berada dibawah kontrol imperialisme melalui Bank Dunia, IFC dan korporasi monopoli sarana dan pasar produksi pertanian milik Imperialis.
Kondisi tersebut menyebabkan kemiskinan yang makin akut, khususnya yang melanda kaum tani di perdesaan. Badan Pusat Statistik (BPS) per-maret 2017 menyebutkan, angka kemiskinan di indonesia mencapai 27,77 (10,64%) juta jiwa, dengan persabaran di perkotaan sebanyak 10,60 juta dan di pedesaan 17,10 juta jiwa. Di pedasan nilai tukar petani terus mengalami kemerosotan hingga 0,89% akibatn dari belanja kebutuhan hidup dan biaya produksi pertanian yang tinggi. Sedangkan upah riil buruh tani hanya Rp 37,259, sementara tingkat kebutuhan hidup keluarga petani mencapai setidaknya 3,5 hingga 4 juta rupiah perbulannya.
Represifitas terhadap kaum tani dan rakyat juga mengalami peningkatan seiring dengan massifnya monopoli dan perampasan tanah.
AGRA mencatat bahwa dalam waktu dua tahun pemerintahan Jokowi-JK, setidaknya ada 49 kasus tindak kekerasan dan kriminalisasi yang dialami oleh rakyat yang mempertahankan dan atau menuntut haknya atas tanah. Tindak kekerasan terjadi di 18 Provinsi dengan 66 orang di tembak, 144 luka-luka, 854 orang ditangkap, 10 orang meninggal dunia dan 120 orang dikriminalisasi. Bahkan dalam dua bulan (Juli – Agustus 2016), sekitar 200 petani ditangkap dan dikriminalisasi dengan tuduhan pembakar lahan. Dalam 4 bulan (Mei – Agustus 2016) sedikitnya 5,000 orang petani dan masyarakat pedesaan di Papua ditangkap paksa oleh aparat.
Yakinkah kita pembangunan menunjang perekonomian negara? OH TENTU, menunjang perekonomian negara dalam MERAMPAS TANAH RAKYAT LEBIH BANYAK LAGI.
Sudah waktunya Mahasiswa sebagai kaum muda mulai bangkit dan keluar dari menara gadingnya, melihat kenyataan yang ada secara objektif bersama klas buruh, kaum tani, dan rakyat miskin kota, agar tidak terilusi dengan Pembangunan yang nyatanya membawa kita pada keterbelakangan dan penjarahan yang brutal.
Pembangunan yang bersandarkan pada rakyat tentunya hanya bisa diwujudkan dengan reforma agraria sejati, maka dari situlah syarat dari industrialisasi nasional akan terwujud untuk menciptakan ekonomi rakyat yang mandiri, berdaulat dan tentunya menghancurkan dominasi Imperialis. saya menjelaskan ini dari sudut penderitaan petani, sedangkan buruh, buruh migran, rakyat miskin kota, mahasiswa, pelajar juga memiliki permasalahan yang saling terhubung dengan dominasi kapitalisme monopoli dan feodalisme sebagai topangannya, maka dari itu seluruh elemen rakyat tertindas haruslah bersatu karena problem kita hadir akibat kapitalis monopoli dan feodalisme yang terus dilanggengkan oleh negara. Bersatu untuk mewujudkan Reforma Agraria Sejati dan Industrialisasi Nasional.
Penderitaan Pemuda di Bawah Kekuasaan Rezim Jokowi
Pada tahun 2017, jumlah penduduk Indonesia terhitung sebesar lebih dari 262 juta Jiwa. Sementara jumlah Pemuda berdasarkan usianya, sebesar 84 juta jiwa atau sekitar 24,5%. Jika dilihat dari wilayahnya, proporsi pemuda di perkotaan mencapai (25,92%), sementara di perdesaan (23,14%). Pemuda di pedesaan terdiri dari berbagai sektor pekerjaan, baik petani, pelajar, buruh tani, dan sektor lainnya. Artinya, masalah utama rakyat Indonesia yaitu monopoli dan perampasan tanah secara langsung juga menjadi masalah yang menimpa pemuda di pedesaan.
Terdapap 2 faktor kunci penyebab kesulitan tersebut, pertama kemiskinan akut yang mengakibatkan pemuda desa tidak mampu mengakses pendidikan yang justru semakin mahal biayanya. Faktor kedua adalah tidak tersedianya dengan merata dan layak sarana-prasarana sekolah hingga perguruan tinggi di setiap wilayah pedesaan Indonesia. Hal ini mengakibatkan sebesar 16,85% pemuda Indonesia menderita buta huruf. Di tambah ancaman putus sekolah terhadap lebih dari 1 juta anak di desa akibat harus bekerja membantu orang tuanya yang terhimpin oleh krisis dan kemerosotan ekonomi.
Pemuda di perkotaan mengalami kondisi yang tidak kalah buruk dari pemuda pedesaan. Pemuda di perkotaan tersebar dalam beberapa sektor pekerjaan, terdapat 18,20% (buruh Industri), 16,97% (buruh jasa), 36% (pedagang kecil), dan 19,15% (pekerja serabutan). Selain di rampas upahnya, namun pemuda juga terancam kehilangan tempat tinggalnya karena penggusuran melalui berbagai proyek. Pemuda di perkotaan banyak yang jatuh ke dalam tindakan-tindakan anti sosial seperti: penggunaan narkoba, pencopet, perampok, penipu, pelacuran, geng-geng, dll. Sedangkan pemuda yang pernah mengecap pendidikan menengah atau tinggi hanya mampu melakukan kerja serabutan yang sifatnya sementara.
Kondisi pendidikan di Indonesia di bawah kuasa rezim Jokowi terus mengalami kemerosotan. Sektor pendidikan merupakan salah satu sektor yang dikorbankan demi kelancaran investasi dan program pembangunan infrastruktur. Pemerintah Jokowi-JK mengalokasi anggaran untuk sektor Pendidikan Tinggi Negeri (PTN) dalam bentuk Bantuan Oprasional Pendidikan Tingging (BOPTN). Dalam perjalannya BOPTN setiap tahun BOPTN mengalami penurunan. Tahun 2016 anggaran BOPTN sebanyak Rp 3,763 triliun, mengalami penurunan sebanyak 800 miliar dari anggaran di tahun 2015 sebanyak 4,5 triliun. Tidak berhenti disitu, pengurangan Anggaran pendidikan Tinggi dari Alokasi APBN juga terjadi pada tahun 2017, alokasi anggaran pendidikan tahun ini hanya Rp. 39 triliun sementara tahun 2016 sebanyak Rp. 42 Triliun. Pada RAPBN 2018, anggaran pendidikan meningkat dari 419,8 triliun di tahun 2017 menjadi 440,9 triliun. Namun demikian khusus untuk Kemenristekdikti dana alokasinya hanya sebesar 40,1 triliun. Meskipun mengalami kenaikan, namun tetap ada potensi penurunan pada APBN 2018 nantinya. Pasalnya, besarnya kebutuhan untuk pembangunan infrastruktur akan tetap menjadi prioritas utama dari rezim Jokowi. Lawan kebijakan negara yang tidak berpihak pada rakyat!
Ketua Cabang : FMN Kupang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *