_*“Putri0 Bangsa Pulang Tanpa Nyawa”*_
_Oleh: Steffi Graf Gaby_
*Oleh*
_Sekfung Penguatan Kapasitas Perempuan Pengurus Pusat GMKI_
Rasa takut, sedih, kasihan, bahkan geram ketika mendengar kabar dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang menjadi korban kejahatan kemanusiaan. Jauh sebelum Indonesia merdeka, 21 Mei 1890 (128 tahun silam) pengiriman Tenaga Kerja Indonesia mulai dilakukan. Pengiriman besar-besaran TKI pertama kali ke Suriname, Amerika Selatan, yang pada saat itu merupakan wilayah jajahan Belanda, dan selama 49 tahun (1890 – 1939) dengan jumlah 39.986 orang.
Hal ini dilakukan oleh TKI tidak lain dan bukan tidak adalah karena alasan ekonomi. Sampai saat ini, Indonesia yang memasuki usia 78 tahun pengiriman masih berlanjut. Tahun pengaturan TKI terus bergulir sejak 1960-an penempatan TKI masih berdasarkan kekerabatan dan perorangan, belum melibatkan pemerintah, tahun 1970 akhirnya dikeluarkanlah aturan soal TKI dan penempatan yang menggunakan swasta, lahir undang-undang tentang penempatan dan perlindungan TKI pada tahun 2004.
Lalu pada tahun 2007 dibentuk Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Indonesia merupakan negara pengekspor buruh dengan skill rendah terbesar di Asia.
Minimnya akses informasi, pendidikan, ekonomi dan tekanan hidup serta gaji (remitansi) yang tinggi mendorong TKI yang sebagian besarnya adalah perempuan berbondong-bondong ke negara lain untuk mencukupi kebutuhan. Manfaat lainnya diperoleh mengurangi tekanan pengangguran, meningkatkan keterampilan bekerja di luar negeri. Efeknya, negara mendapat manfaat yang disebut Devisa, singkat cerita devisa negara meningkat dalam bentuk valuta asing.
Sungguh ironi kenyataan tidak selalu berbanding lurus dengan harapan, pekerja biasa dengan gaji yang sangat tinggi tak kunjung terealisasi. Gelar ”Pahlawan Devisa Negara” pun terpaksa disematkan untuk menutup kelemahan negara dalam memberi perlindungan kepada putra dan putrinya.
Acap kali terdengar mereka dianiaya oleh majikan, terancam hukuman mati bahkan pulang tanpa nafas hanya tubuh terbaring kaku. Tidak sampai disitu saja, lebih parahnya mayat dengan organ dalam tubuh yang sudah dipereteli bak mesin alutsista milik pemerintah.
Delapan tahun terakhir (2010 – 2017) jumlah TKI yang meninggal sebanyak 1.495 orang (Tempo 2018). Keterbatasan berbagai aspek yang sistemik dimanfaatkan semaksimalnya oleh sekelompok orang untuk melakukan eksploitasi.
Modus operasinya yang dijalankan sangat rapih, terencana dan terorganisir! Mulai pemalsuan dokumen dengan melakukan Penyuapan terhadap Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) untuk meloloskan dokumen tersebut sehingga apabila terjadi penganiayaan atau kematian, pemulangan jenazah bukan pada daerah aslinya sehingga terjadi penolakan masyarakat setempat (mantan TKW di Malaysia).