BALADA PEREMPUAN HUJAN
telah kau pahat sebuah kubangan dalam dadaku
dan mata air air matamu kau alirkan bagai hujan
menjadi telaga.
seperti anak-anak hujan tak kenal lelah
kau layarkan perahu-perahu masa lalumu
dari sudut-sudut yang sunyi di mata waktu
sekedar mencari tempat peraduan atau ingin mengadu
dalam riak-riak telaga dadaku
dari hujanmu yang begitu memaku
sementara aku terus terdiam di tepian telaga
memandang iba pada perahu-perahumu itu
layaknya anak-anak hujan aku pun menggigil
dalam derasnya hujanmu
Petleng, 20 Juni 2018
LELAKI TENGAH MALAM
lelaki tengah malam
berjalan telanjang
membawa obor hati dan
keping-keping mimpi
susuri satu jalan panjang
cakrawala sunyi
pada pintu-pintu masa lalu ia mengetuk
dengan jari-jari imaji
membuka ruang rindu pustaka kenangan
dan buku kusam cerita keabadian
mata waktu.
lembar demi lembar ia berkaca
membaca jejak-jejak yang ada,
air matanya jatuh
seperti pecahan-pecahan kristal
mengiris tubuh menusuk jantung.
“waktu berjalan secepat bintang jatuh
semuanya telah kembali ke pangku waktu.”
lelaki tengah malam terkulai di tepi sepi
dan sepi tak memberi pilihan lain
selain bunuh diri,
maka dikumpulkannya pecahan-pecahan kristal air mata
dan darah jantung kata di lembaran terakhir
lalu ia bunuh diri agar tetap hidup.