PROSESI SUATU KETIKA
setiap kita yang masih berjalan di sini
dalam dunia fana sementara ini
kita senantiasa ditemani oleh malaikat kematian
yang hitam dan diam
yang terus menari mengisi hari
iringi denyut jantung yang sedang berdetak.
“sesungguhnya engkau manusia, bercerminlah!
bercerminlah membaca kesia-siaanmu
betapa engkau telah menghirup napas kehidupan
sekaligus menelan udara kematian.”
di sana ada mayat kesepian
yang melangkah tanpa kaki
dan memikul badan tanpa nyawa
berjalan perlahan melintasi ladang kehidupan
menuju garis akhir batas penghabisan
yang sarat akan musim dingin yang menakutkan,
perjalanannya sepi sendiri
diiringi suara arak-arakkan disekeliling
yang terus bergerak bergerak bergerak
membawa kibar bendera putih tanda menyerah
dipenuhi bunga-bunga rampai perkabungan
lengkap dengan kata elegi
sebagai ungkapan terakhir selamat jalan
melepaskannya pergi jauh ke lembah sunyi
lembah cinta, lembah keabadian
yang tidak lain adalah lembah kematian.
tapi aku belum juga tahu
apa yang akan terjadi di sana
sebab aku sendiri pun masih berdiri di sini
dan hanya mampu menyaksikannya dari kejahuan
dan yang nampak di mata perenunganku
lembah itu begitu gelap dan sunyi seperti tak ada penghuni,
kecuali bunyi kepakan sayap malaikat kematian
yang hitam dan diam itu
senantiasa menari bebas dalam ruang kesadaranku
bahwa kelak setiap kita akan bertekuk di sana.
Petleng, 20 Januari 2014
PERIH