“ILALANG DI TEPI DUSUN ”
Segarlah nurani malam, memikat raga di tepi ranjang.
Lantunan irama tak seindah nada, gulma-gulma kekejaman.
Menjerit, meratap ngiluh di pelipur bibir dusun.
Terhimpit, terjebak, mata-mata pucat terpucuk.
Dua bola mata bisu,,, hitam lebam berkelana terperangkap.
Masa lalu usai diiringi nyanyian, ilalang merana membara.
Tusuklah binar-binar sinar keangkuhan ilalang, ganas mencakar.
Ilalang di tepi dusun, cakar-cakar mata tunas…
Bagai gadis bisu, bibir kaku bersujud manja.
Ilalang murka aura sendi patah di puncak arang.
Belatih-belatih menari- nari, menerjang kalbu terpose.
Dusun-dusun berbising bisu sepi, angkara tak mampu menyimak.
Bilur-bilur mata dusun menyepi sunyi kesunyian.
Gemuruh halilitar menancap dada, patah-patah berkeping.
Ilalang sangar-sangar mengcekik, tepi tuli di ambang dusun.
Terlalu,,, hitam bola mata dalam, mengiris kebodohan sebuah keangkuhan.
Tanjung Sembilan, 11/11/2018
Karya :Gabriel Romelus Ladang
” BAGIMU PEREMPUAN PERINDU PUISIKU ”
Mata lelah menukik diksi untaian Indah, seindah montok pipimu.
Merah merona di sela-sela senja mulai terbenam.
Kalahkan kemolekan tubuh rapuh nan tegak.
Candamu menggoda usikan-usikan fiktif imajinasi.
Mata indah, tawa terbahak-bahak
Aduhai manja bening keangkuhan sinar mata cinta.
Kata pujian remang-remang senja.
Bagimu perempuan perindu puisiku.