Ut Omnes Unum Sint
(Suatu tinjauan teologis praktis dalam memaknai kembali
Ut Omnes Unum Sint sebagai Amsal GMKI)
Oleh : Edy Saputra Simamora, S.Th
Pengantar
Ut omnes unum sint sebagai salah satu materi pokok yang dibahas dalam setiap Masa Perkenalan GMKI adalah bagian penting dari praksis organisasi ini. Hal ini merupakan refleksi empiris teologis The Founding Fathers gerakan ini dan yang akhirnya menjadikan Ut omnes unum sint sebagai Amsal yang dipakai dan menjadi fondasi filosofis (muatan nilai-nilai) dan dasar pemersatu Pemuda/Pelajar Kristen (Student Christian Movement) pada masa lalu. Kita akan melihat secara ringkas bagaimana sejarah lahirnya, hingga akhirnya ut omnes unum sint juga dipakai sebagai amsal GMKI. Serta, bagaimana kita saat ini dapat memaknainya kembali dalam konteks zaman yang mengalami perubahan yang sangat cepat. Semoga pembahasan kali bisa memberikan kontribusi yang berarti dalam masa perkenalan yang dilakukan GMKI dan praksisnya ke depan.
Pengertian Ut Omnes Unum Sint
Ut Omnes Unum Sint adalah ungkapan dari Alkitab dalam bahasa Latin. Kalimat yang sama dalam Alkitab bahasa Indonesia disebut : “supaya mereka semua menjadi satu”. Ungkapan kalimat ini sangat jelas dikatakan dalam doa syafaat Tuhan Yesus yang terdapat dalam Injil Yohanes 17: 21. Sedangkan dalam Alkitab versi bahasa Yunani (Novum Testamentum Graece – Aland Nestle), ungkapan ini dikatakan ίνα παντες έν ωσιν (baca: hina pantes hen osin). Susunannya adalah sebagai berikut: ίνα – Ut – Supaya; παντες – Omnes -Semua; έν – Sint – Satu; ωσιν – Unum – Menjadi. Dengan demikian, maka arti ίνα παντες έν ωσιν atau Ut Omnes Unum Sint adalah “Supaya mereka menjadi satu”. Kata “Ut” dalam bahasa Indonesia disebut “Agar” atau “Supaya” merupakan suatu bentuk pernyataan. Kata ini memberi arti bahwa “seharusnya atau semestinya menjadi seperti begini, sebab seperti inilah sesungguhnya”. Kata “Omnes“ dalam Alkitab bahasa Indonesia disebut “mereka semua”. Kata ini berarti, semua orang atau semua manusia. Kata “Unum” dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan kata “menjadi seperti”, atau “serupa dengan”, kata “Sint” dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan kata “Semuanya menjadi satu”.[2]
Dengan melihat kepada penjelasan diatas, maka pengertian “ut omnes unum sint” atau “supaya semua menjadi satu“ memberi arti bahwa : “adalah suatu perintah atau pernyataan yang mutlak tentang semua manusia supaya harus menjadi satu.” Hal ini ditujukan terutama kepada orang–orang yang telah menjadi percaya kepada Yesus Kristus. Mereka harus wajib menjadi satu sama seperti Yesus Kristus dengan Bapa-Nya yang adalah satu. Kata kuncinya adalah “satu“. Ini lebih lanjut dimengerti sebagai persatuan, kesatuan (Unity).
Kesatuan yang dimaksud di sini adalah bukanlah kesatuan magis, mistik atau institusi, akan tetapi kesatuan di sini adalah kesatuan rohani, satu di dalam iman, satu ketaatan kepada firman (Yoh. 17:6). Persatuan atau kesatuan (unity) adalah kata yang sering digunakan dalam Alkitab. Pemikiran yang melatarbelakangi istilah ini adalah: “adanya kesatuan umat Allah yang dalam Perjanjian Lama berasal dari satu Bapa.” Persekutuan ini digambarkan oleh pemazmur sebagai persekutuan yang diwarnai dengan kehidupan bersama yang rukun (Mzm. 133:1).
Dalam Perjanjian Baru kesatuan ini lebih dimengerti sebagai keadaan akibat dirobohkan-Nya dinding pemisah antara orang Yahudi dengan orang Kafiri yaitu antara Yahudi dengan orang yang bukan Yahudi; antara Tuan dan Hamba; antara laki–laki dan perempuan. Semua menjadi satu dalam Yesus Kristus (Ef. 2:12 ; Gal. 3:26–29). Yesus Kristus adalah satu–satunya dasar dari kesatuan umat-Nya yang beragam itu. Orang yang percaya adalah saudara–saudara Yesus Kristus, dan saudara satu terhadap yang lain dalam satu keluarga Allah. Mereka mempunyai satu Allah dan Bapa dari semua (Efesus 4:6). Mereka dituntun oleh Roh Kudus yang satu menjadi tempat kediaman Allah di dalam Roh (Efesus. 2:22). Kecuali itu, mereka juga harus mempunyai pikiran dan perasaan sebagaimana pikiran Kristus (Filipi 2:5), yakni kerendahan diri Yesus dan ketaatan-Nya pada Bapa (Fil. 2:8). Injil Yohannes menyaksikan betapa dalamnya keinginan Yesus agar murid–murid-Nya menjadi satu. Keinginan Yesus ini disampaikan melalui doa permohonan-Nya kepada Bapa. Isi doa Yesus sangat penting, sebab menyangkut eksistensi dan juga integritas orang–orang percaya di dalam Dia (Yoh. 17:21).
Makna Ut Omnes Unum Sint (Kesatuan) dalam Refleksi Teologis Yoh. 17:21
Kesatuan yang didoakan oleh Tuhan Yesus bukanlah hanya sekedar kesatuan organisasi, tetapi kesatuan rohani yang berlandaskan: hidup di dalam Kristus (Yoh. 17:23); mengenal dan mengalami kasih Bapa dan persekutuan Kristus (Yoh. 17:26); perpisahan dari dunia (Yoh. 17: 14-16); pengudusan dalam kebenaran (Yoh. 17:17, 19); menerima dan mempercayai kebenaran Firman Allah (Yoh. 17:6,8,17); ketaatan kepada Firman (Yoh. 17:6); keinginan untuk membawa keselamatan kepada yang hilang (Yoh. 17:21, 23). Bilamana salah satu dari faktor ini tidak ada, maka kesatuan yang didoakan Yesus tidak mungkin ada. Kita juga dapat melihat bahwa, doa Tuhan Yesus dalam Yoh. 17:21 mengamanatkan:
Pertama, panggilan untuk keesaan itu mempunyai dasar dalam keesaan Anak dan Bapa: “Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti engkau, ya Bapa, di dalam Aku, dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam kita”. Dengan demikian panggilan keesaan itu mempunyai dimensi horisontal dengan semua orang percaya (Gereja) dan dimensi vertikal dengan Bapa dan Anak. Itu berarti bahwa gerakan keesaan itu bergerak ke dua arah: tidak hanya harus mendekatkan hubungan dan menyatukan Gereja-gereja, melainkan juga harus membuat Gereja-gereja secara bersama-sama mendekat kepada Tuhan. Dua hal tersebut adalah sama pentingnya.[3]
Kedua, panggilan untuk keesaan secara horisontal dan vertikal itu selanjutnya juga berkaitan dengan keberhasilan tugas missioner Gereja: “Supaya dunia percaya bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku”. Kalau Gereja-gereja sungguh-sungguh esa secara horinsotal dan vertikal, maka misi Gereja pasti akan berhasil. Dengan kata lain, keesaan secara horisontal dan vertikal itu dapat dikatakan sebagai prasyarat bagi keberhasilan misi Gereja. Pada sisi lain, tiap-tiap Gereja pasti harus melaksanakan tugas misionernya masing-masing. [4]
Ketiga, Yesus berdoa supaya para pengikutNya “menjadi satu” (Terjemahan Bahasa Indonesia) supaya menjadi “satu adanya”. Bentuk yang dipakai dalam bahasa Yunani menunjuk pada suatu tindakan yang berkesinambugan: “terus-menerus bersatu” (sustainable), kesatuan yang berlandaskan kesamaan hubungan kepada Bapa dan Anak, dan karena memiliki sikap yang sama terhadap dunia, firman Allah, dan perlunya menjangkau mereka yang hilang (Bnd. 1Yoh. 1:7).[5]