Oleh : Karolus Ngambut, SKM, MKes.
(Ketua Program Studi Kesehatan Lingkungan Poltekes Kemenkes Kupang).
Mahensa Express.Com, Garda Indonesia-Kupang – Kupang-NTT, Refleksi dalam rangka memperingati Hari TBC Sedunia Minggu, 24 Maret 2019, ditulis dengan gaya apa adanya, santai dan sedikit menyentil tentang kondisi riil saat ini dengan berbagai ritme kehidupan
Hok hok hok… demikian bunyi batuk dari seorang lelaki tua yang berusia hampir 57 tahun pada bulan Mei 2019, ditemani oleh seorang cucunya Indah (nama samaran) yang berdiri persis disampingnya, duduk dimuka rumah mereka yang tampak suram dari kejauhan, berdinding bebak, beratap rumbai dan lantai teras rumah gelap keabuan, maklum, lantai tanah.
Rumah berukuran 6 x 7 meter persegi tersebut di dalamnya juga berlantai tanah, agak lembab, di dinding rumah bagian dalam terlihat pula beberapa gambar lambang partai politik dan sederetan sticker gambar para calon anggota dewan baik pusat maupun calon anggota dewan di daerah, menutupi celah pelepah bebak, sebab kalau tidak, pandangan dari dalam rumah bisa menembus ke pohon beringin yang rindang yang berdiri kokoh disamping rumahnya yang berjarak kurang lebih 10 meter.
Lelaki paruh baya tersebut hidup bersama istri, dua orang anak, seorang laki laki dan perempuan yang berusia sekolah SD dan SMP serta cucunya yang ditinggal ibunya merantau ke negeri seberang mencari nafkah selama hampir 2 tahun belakangan ini. Di dalam ruang tempat mereka tidur, terdapat kelambu yang nampak jelas mereknya, dari Kementerian Kesehatan, terlihat agak coklat kehitaman, dibagian atas atau plafond kelambu tersebut nampak sehelai kertas putih ditulis tangan dengan digambar rumah dan dan seorang perempuan berdiri disebelah gambar tersebut dan dibawahnya bertuliskan rindu.
Gambar dan tulisannya sudah nampak usang, maklum digambar dan di tulis dengan pensil. Di regel dekat jendela rumah mereka terdapat bungkusan plastik putih yang didalamnya terdapat sejenis obat tertulis rimfapicin, dan aturan pakai di tulis lengkap dan jelas di bungkus obanya.
Ketika ditanya, sudah berapa lama, bapak minum obat ini ? dua bulan katanya dengan tegas, sambil tangan kirinya menutupi mulut yang terlihat menahan batuknya, dan tangan kananya memegang kaleng bekas, seperti bekas kaleng susu kental manis, didalamnya berisi cairan dahak dan air kira kira seperempat bagian dari kaleng tersebut.
Apakah obat ini selalu di minum ? Dengan mengangguk kepala lelaki paruh baya tersebut melanjutkan lagak lebih baik setelah minum obat ini, napas mulai terasa ringan.. berbeda dengan sebelum minum obat ini . Obat ini saya dapat dari puskesmas.
Dia adalah Bapak Ande ( nama samaran ) , seorang petani yang memiliki kebun dengan luas sekitar seperempat hektar menurut pengakuannya , kebunnya ditanami beberapa jenis tanaman seperti pohon kopi, pohon avokad, pohon mangga juga pohon enau serta pohon pelindung yaitu dadap juga enau yang setengah tua, rimbun di kebunnya yang konturnya miring sekitar 45 derajad, tampak juga bebrapa jenis tanaman ubi ketela pohon (singkong /casava) varietas lokal, mereka dan masyarakat lokal lainnya biasa menyebutnya Ubi Bogor. Ubi tersebut isinya putih, dan kalau direbus selama 15 menit rasanya sangat enak, lebih enak dari varietas lainnya yang berwarna kuning. Selain ubi, juga terdapat keladi di sekitar kebun yang mereka miliki. Ubi atau singkong menjadi makanan sarapan pagi sebelum ke kebun di pagi hari dan sebagai makan selingan di sore hari yang biasanya disuguhkan dengan segelas kopi pahit dengan sedikit gula.. itulah keseharian pak Ande ..
“Sejak batuk saya lebih sering dalam beberapa tahun terakhir, saya tidak kuat lagi bekerja”, ujarnya lirih
Biasanya saya pergi ke kebun di pagi hari, sekarang tidak bisa lagi, badan terasa lemah, napas agak sesak, dan jalan ke kebun sangat susah, maklum kebun kami jaraknya sekitar 4 km dari rumah ini, dan menyusuri pepohonan kadang mendaki, juga kadang menurun.
“Biasanya saya ke kebun butuh waktu 45 menit, sekarang harus butuh waktu 2 sampai tiga jam lamanya baru sampai di kebun”, ungkap Pak Ande
Karena saya harus sering istirahat di jalan jika saya ingin sekali ke kebun… sekarang istri saya yang lebih sering ke kebun, dan kadang mencari tambahan upahan uang di orang dengan membersihkan kebun milik orang atau tetangga, demikian pengakuan Pak Ande saat di temui di rumahnya beberapa waktu lalu.
Tidak banyak yang tahu, kalau hari ini tepat tanggal 24 Maret dunia memperingatinya sebagai hari Tuberkulosis sedunia. Setelah 137 tahun lalu, tepatnya 24 Maret 1882 seorang ilmuwan bernama Dr Robert Koch mengumumkan bahwa ia telah menemukan penyebab penyakit TBC.
Saat itu, wabah TBC menyebar di Eropa dan Amerika, menyebabkan kematian 1 dari 7 orang. Kini TBC menyebar ke Indonesia, dan juga di NTT, seperti yang diderita oleh pak Ande di kampungnya.
Data Kementerian Kesehatan RI, menunjukkan jumlah orang yang menderita TBC di Indonesia tahun 2018 sebanyak 842.000 penderita (Incidence Rate, 319 per 100.000 populasi.
Data indonesian health metrix http://viz.healthmetricsandevaluation.org/gb