Politics
Oleh: Miko Peled
Perjuangan yang sedang berlangsung untuk menegakkan keadilan bagi bangsa Palestina berlangsung di seluruh dunia dan dilakukan di berbagai front. Salah satu hasil besarnya adalah bahwa tidak ada satupun kandidat presiden AS dari Partai Demokrat yang menghadiri konferensi tahunan AIPAC 2019 di Washington. AIPAC, organisasi lobby Israel paling kuat di AS, kendati sudah menghabiskan banyak uang untuk mempertahankan eksistensinya, kini semakin kehilangan daya tariknya.
Dari Hebron ke Bethlehem, dari Yerusalem ke London dan Washington, perjuangan untuk keadilan di Palestina telah dilakukan oleh banyak kalangan. Untuk menghadapinya, Israel dan agennya dimana-mana telah berkerja dengan kekuatan penuh untuk memenangkan dukungan dan membungkam siapa saja yang menentang Israel.
Di Palestina
Warga Palestina di Hebron telah direpresi oleh tentara Israel dan tempat tinggal mereka diambil paksa oleh pemukim Israel. Aktivis Palestina di kota, terutama aktivis ‘Pemuda Anti-Permukiman” telah dianiaya dan dipenjara oleh aparat keamanan Otoritas Palestina. [Issa Amro memprotes pelanggaran HAM yang dilakukan Otoritas Palestina, melalui medsos –pent]
Di Salfit, Omar Abdul Laila (19 tahun), dibunuh setelah melakukan apa yang digambarkan oleh jurnalis Israel Amira Hass di koran Haaretz sebagai tindakan “menantang” dan “keberanian” melawan “tuan” yang “merampas” tanah. Ini adalah suatu tindakan “yang menjadikan orang Palestina memiliki harga diri.” Hass menulis kalimat-kalimat itu setelah Abu Laila menyerang tentara dan para kriminal-pemukim-Yahudi-bersenjata di Tepi Barat. Militer Israel, bagai pasukan Romawi, menghabiskan waktu dua hari menyisir Tepi Barat sebelum akhirnya menemukan Omar –tak ragu lagi, dengan memanfaatkan mata-mata—dan langsung membunuhnya. Di Betlehem, Sajid Abdel Hakim Helmi Mizhir, seorang pelajar medis usia 17 tahun, ditembak dan akhirnya tewas oleh tentara Israel. Dan jumlah korban di sepanjang jalur Gaza terus bertambah.
Di selatan Naqab, Polisi Israel bagian selatan memerintahkan untuk menggunakan unit spesial yang diberi nama “Yoav” –nama yang sama digunakan tahun 1948 untuk kampaye pembantaian etnis Naqab—lalu memindahkan penduduk lokal Arab Palestina secara paksa dan merampas tanah mereka. Dengan tak lagi memiliki tanah atau unta, karena dibunuh atau disita oleh aparat, komunitas itu pun kehilangan kemandirian secara alami dan harus mencari bantuan dari negara atau dari tetangganya, permukiman Israel yang telah menduduki tanah mereka dan menguasai sumber-sumber air mereka.
Di Amerika Serikat
Di Washington, Perdana Menteri Israel mampir untuk berkampanye dan menerima banyak bantuan yang tak tenilai: pengakuan AS atas kedaulatan Israel pada Dataran Tinggi Golan di Suriah. Pengakuan ini tidak memiliki legitimasi atau kedudukan hukum. Dataran Tinggi Golan tetap menjadi bagian dari Suriah, walaupun telah dicuri oleh Israel, penduduk asli Golan tetap bangga menjadi warga Suriah. Meskipun Golan tidak termasuk wilayah Palestina, pengakuan ini telah menjadi amunisi bagi gerakan anti-Palestina dan anti-perdamaian yang dipimpin oleh Netanyahu.