Dukaku, berhamparan di dalam karang hatiku.
Hati berduka menjerit hitam pekat, nuraniku menangis.
Air mata duka, Negeri Seribu Moko, Surga kecil di Timur Matahari.
Dalam harapan, semua telah jadi abu.
Abu duka keheningan ganasnya malam.
Lima belas Juni, dua ribu sembilan belas.
Rintihan pilu untukmu Tanjung Margeta – Alor Nusaku.
Duka sang malam menjemput sang fajar.
Harapan itu hancur, seiring patah dan karamnya Kapal Motor Nusa Kenari Kosong Dua.
Hadirnya musibah tak terduga, meremukkan hati.
Selamat jalan saudara – saudaraku.
Percayalah, rencana Tuhan jauh lebih indah.
Sebab, duka serta musibah tidak pernah munafik bersama takdir sang Tuhan.
Seribu duka mengoyakkan dada ini.
Kemuning jingga, pita hitam.
Kukalungi di lengan sebagai bukti belasungkawa sedalam – dalamnya untuk duka di Negeriku Nusa Kenari.
Tuhan yang memberi, Tuhan pulalah yang mengambil.
Damailah, bersama para kudus di surga.
Selamat jalan, saudara – saudaraku.
Tanjung Sembilan, 17/06/2019
Karya : Gabriel Romelus Ladang
” DUKA NUSA KENARI SAJAK-SAJAKKU ”
Tak pernah dipungkiri ialah musibah.
Maka hidup ini adalah jalan pulang.
Dalam duka Nusa Kenari sajak-sajakku.
Sebab manusia itu lahir pasti mati.
Semua merupakan rahasia Tuhan.
Duka piluku, bukan hidup yang mengekalkan.
Namun kematianlah keabadian surgawi.
Maka air mataku menetes.
Mengenang irisan pilu hatiku.
Jangan takut pada takdir Tuhan.
Pada karamnya kapal, pada hilangnya kebahagiaan tersayang.
Pada musibah malam, menggoncangkan dada hingga bengkak.
Kehilangan nafas, dari hembusan mimpi – mimpi indah.
Tuhan akan memberi sukacita, dari dukacita ini.
Lalu membuka jalan ke surga, pada pangkuan Tuhan.
Menghapus air mata ini pun seakan-akan berat kuusapi.