Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTT dinilai melecehkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terhadap proyek Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT Fair karena Perhitungan Kerugian Negara (PKN) yang dilakukan BPKP NTT bertentangan dengan Hasil Audit Rutin yang telah dilakukan oleh BPK RI Perwakilan NTT.
Demikian Penilaian Kuasa Hukum mantan Kadis PUPR, Rusdinur, SH, MH dan Jefri Sameuel kepada wartawan Selasa (26/11/19) terkait hasil PKN proyek pembangunan Fasilitas Pemeran Kawasan NTT Fair yang disampaikan oleh saksi ahli dari BPKP NTT dalam sidang Senin (25/11/19) di Kupang.
“Hasil PKN BPKP NTT yang mencapai Rp 12 Milyar tersebut merupakan bentuk pelecehan terhadap BPKP RI Perwakilan NTT yang telah melakukan audit rutinnya dan hanya menemukan kelebihan pembayaran sekitar Rp 1,5 Milyar dan denda keterlambatan sekitar Rp 1,3 Milyar,” ujarnya.
Seharusnya sesuai etika pemeriksaan, jelas Rusdinur, BPKP NTT harus menindaklanjuti dan memperdalam LHP BPK RI (berdasarkan rekomendasi BPK RI, red) dengan audit investigasi terhadap apa yang sudah ditemukan BPK RI dalam pemeriksaan rutinnya.
“Yang terjadi di kasus ini aneh, PKN yang dilakukan oleh BPK RI hanya menghitung lurus apa yang diajukan Jaksa berdasarkan kekurangan volume pekerjaan proyek NTT Fair versi Politeknik Negeri Kupang. BPKP NTT kan tahu kalau prosentase kekurangan volume pekerjaan tidak sama dengan kerugian Negara,” tandasnya.
Menurut Rusdinur, harus dibedakan antara perhitungan kekurangan volume pekerjaan dan kerugian Negara. “PKN yang dilakukan oleh BPKP NTT sangat premature dan mengada-ada. Auditor BPKP seperti orang yang tak mengerti tentang kerugian Negara sehingga mengikuti saja apa yang dikehendaki Jaksa. Ini tidak benar.
Dalam menghitung kerugian Negara, jelas Rusdinur, banyak item yang harus diperhitungkan seperti pajak (PPN dan PPh Rp 3 M) yang telah dibayarkan kontraktor, pajak galian C yang telah dibayarkan, jaminan sisa hasil pekerjaan (Rp 7,2 M) yang telah dibayarkan disetor Bank NTT ke Kas Daerah, Jaminan Pelaksanaan proyek (Rp 2,6 M) yang telah disetor Jamkrida NTT ke Kas Daerah, dan juga Jaminan pemeliharaan (Rp 1,4 M) dan uang yang telah ditarik/disetor dari para tersangka/saksi sekitar Rp 2,2 M (sesuai pernyataan Aspidsus Kejati NTT kepada media, red).