Mahensa Express.Com – Kupang, Perhitungan Kerugian Negara (PKN) Proyek Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT Fair sekitar Rp 12 Milyar yang diajukan Jaksa JPU dalam dakwaan terhadap para tersangka, diduga fiktif alias direkayasa karena belum ada Laporan Hasil Perhitungan (LHP) PKN resmi yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTT hingga kasus tersebut sampai pada tahap tuntutan.
Hal ini sesuai dengan Pernyataan dari Kuasa Hukum Mantan Kadis PUPR NTT, Rusdinur, SH, MH saat dimintai komentarnya terkait hasil PKN BPKP NTT yang diajukan JPU dalam dakwaan terhadap para tersangka dengan nilai Rp 12.799.476.327, 40 (Dua Belas Milyar Tujuh Ratus Sembilan Puluh Sembilan Juta Empat Ratus Tujuh Puluh Enam Ribu Tiga Ratus Dua Puluh Tujuh Rupiah Empat Puluh Sen).
Rusdinur menduga perhitungan tersebut merupakan perhitungan fiktif alias rekayasa antara BPKP NTT dan Jaksa Penyidik untuk bisa menghukum para tersangka. “Saya menduga PKN yang diajukan JPU dalam dakwaan terhadap klien saya dan para tersangka lain hanya merupakan LHP-PKN fiktif alias hasil rekayasa BPKP NTT dan Jaksa Penyidik karena sebenarnya sampai pada saat penuntutan di pengadilan, belum ada LHP-PKN resmi yang dikeluarkan oleh BPKP NTT,” ungkapnya.

Menurut Rusdinur, ada banyak hal yang tak lazim terkait Perhitungan Kerugian Negara versi BPKP NTT tersebut. “Selisih Kerugian Negara yang terlampau besar dibandingkan dengan LHP BPK RI. Auditor BPKP NTT adalah orang professional, tak mungkin mengeluarkan LHP PKN yang ‘ecek-ecek’ seperti itu karena mereka punya standar perhitungan dan etika yang harus mereka laksanakan sebagai auditor. Tapi kok selisihnya besar sekali, padahal rumus untuk menghitung kerugian negaranya sama. Saya sangat meragukan itu dan hanya sekedar mengada-ada,” ungkapnya.
Lanjutnya, ada kesepakatan dan koordinasi antara BPKP dan BPK RI agar tidak melakukan pemeriksaan yang tumpang tindih terhadap satu objek pemeriksaan. “Karena BPK RI telah melakukan pemeriksaan rutin terhadap Proyek NTT Fair maka BPKP NTT tidak mungkin melakukan Audit Investigasi untuk menghitung kerugian Negara. Karena BPK RI yang telah memeriksa dan mengeluarkan LHP rutin maka sesuai etika lembaga pemeriksa, untuk audit investigative/PKN harus dilanjutkan oleh BPK RI, bukan BPKP NTT,” tandas Rusdinur.
Kepala Tata Usaha (KTU) BPKP NTT, Mono (yang juga menjadi saksi ahli dalam Kasus NTT Fair, red) dikonfirmasi wartawan di ruang kerjanya, Senin (2/12/19) enggan memberikan penjelasan terkait dugaan belum adanya LHP-PKN resmi yang dikeluarkan BPKP NTT terkait Proyek NTT Fair.
“Saya tidak bisa memberikan penjelasan terkait hal itu. Tanyakan saja kepada Kejaksaan karena kami tidak dapat memberikan penjelasan sebab PKN merupakan permintaan Kejaksaan,” ucapya.