Waingapu, deticalor.Com- Sumba bukan hanya sebatas menyuguhkan pemandangan alam yang eksotis saja. Namun, pulau yang terkenal dengan ‘sandalwood’ ini juga memiliki sejumlah warisan budaya yang masih dilestarikan oleh masyarakat hingga saat ini.
Dilansir dari detiknews Ada beragam warisan budaya yang masih di Sumba, salah satunya Marapu. Marapu merupakan sebuah kepercayaan terhadap arwah leluhur mereka yang telah meninggal. Kepercayaan tersebut membantu dalam sejumlah keselamatan dan ketentraman dalam kehidupan, khususnya masyarakat asli Sumba.
“Orang Sumba memiliki tradisi kepercayaan lokal yang disebut Marapu,” kata Pemerhati Kebudayaan Sumba, Umbu Asminto Candra Domu Pandarangga kepada Tim Tapal Batas detikcom di Waingapu, East Nusa Tenggara, beberapa waktu lalu.
Tapal Batas Bakti Kominfo
Mengenal Marapu, Kepercayaan Adat Masyarakat Sumba
Dea Duta Aulia – detikNews
Rabu, 06 Des 2023 17:57 WIB
Foto: detikcom/Agung Pambudhy
Waingapu – Sumba bukan hanya sebatas menyuguhkan pemandangan alam yang eksotis saja. Namun, pulau yang terkenal dengan ‘sandalwood’ ini juga memiliki sejumlah warisan budaya yang masih dilestarikan oleh masyarakat hingga saat ini.
Ada beragam warisan budaya yang masih di Sumba, salah satunya Marapu. Marapu merupakan sebuah kepercayaan terhadap arwah leluhur mereka yang telah meninggal. Kepercayaan tersebut membantu dalam sejumlah keselamatan dan ketentraman dalam kehidupan, khususnya masyarakat asli Sumba.
“Orang Sumba memiliki tradisi kepercayaan lokal yang disebut Marapu,” kata Pemerhati Kebudayaan Sumba, Umbu Asminto Candra Domu Pandarangga kepada Tim Tapal Batas detikcom di Waingapu, East Nusa Tenggara, beberapa waktu lalu.
Umbu Asminto mengatakan kepercayaan tersebut mengajarkan masyarakat Sumba untuk mencintai alam. Pasalnya, banyak nilai-nilai dari kepercayaan tersebut yang bertujuan untuk kelestarian alam.
“Nilai-nilai dan kepercayaan Marapu ini lah yang menjadikan Sumba tetap lestari dan tetap terjaga alam dan budayanya. Karena dengan menjaga alam yang tetap lestari dan menjaga tradisi agar tetap berjalan sesungguhnya itu adalah nilai-nilai Marapu yang ditetapkan dalam agama Marapu atau agama lokal yang berkembang di Sumba,” ujarnya.
“Bagaimana mereka harus menghargai alam, tradisi agar selaras dan bisa berjalan bersama. Karena konsep dari hidup Marapu adalah seluruh kehidupannya itu bergantung pada alam,” sambungnya.
Menurutnya, hamparan savana yang luas seperti tidak terurus merupakan salah satu bukti ajaran Marapu. Dia mengatakan hal itu terjadi karena Marapu mengajarkan penganutnya untuk memanfaatkan alam secara tidak berlebihan.
“Sesungguhnya keberadaan Sumba yang kosong dengan savana yang luas dan kelihatan kosong dari kasat mata sebenarnya itu dibiarkan dilestarikan oleh masyarakat Sumba agar mereka bisa melepas liarkan ternaknya. Dengan mencintai alam dan menjaga alam itu sudah menjadi tugas tradisi Marapu,” jelasnya.
Dia mengatakan kepercayaan Marapu juga mengajarkan orang Sumba untuk bersyukur terhadap terhadap sejumlah kenikmatan yang diberikan.
“Karena dalam tradisi Marapu orang Sumba wajib hidup selaras dengan alam. Dia harus bersyukur terhadap air, savana, hutan, dan kebun. Karena itu dia melakukan ibadah di semua tempat ini yang memberikan penghidupan. Jadi dia mengambil secukupnya tidak berlebihan misalnya pun berkebun, dia akan bertani secukupnya tidak berlebihan,” tuturnya.
Dari kepercayaan tradisional tersebut, menghadirkan sejumlah tradisi yang masih dilestarikan oleh masyarakat Sumba, salah satunya terkait upacara kematian. Mereka yang menganut kepercayaan Marapu bakal membungkus jenazah dengan kain yang berbagai lapisan.
Menurutnya, kain tenun dimanfaatkan untuk membungkus jenazah masyarakat Suku Sumba sebelum dikuburkan. Menariknya, dia menjelaskan, proses pembungkusan jenazah memiliki perbedaan dengan proses pada umumnya. Di mana biasanya, jenazah bakal dalam posisi telentang dengan tubuh yang lurus.
Umbu Asminto Candra Domu bercerita posisi jenazah masyarakat Suku Sumba tidak seperti itu. Namun mereka akan membuat jenazah dalam kondisi ditekuk layaknya posisi seperti bayi di dalam rahim ibu.
“Kalau penguburan jenazah itu tidak tiduran seperti pada umumnya. Biasanya ditekuk jadi seperti kondisi pada rahim dan dikafani dengan tenun,” tuturnya.
Jika sudah pada posisi seperti itu, jenazah akan diletakan di tengah-tengah hamparan kain tenun. Dari situ lah, kemudian jenazah akan dibungkus dengan berlapis-lapis kain tenun.
“Itu khusus kepercayaan Marapu. Tenunnya lebih dari satu. Jadi nanti bentuk jenazahnya (setelah dibungkus) seperti drum,” jelasnya.
Kalau sudah dibungkus, jenazah bakal tetap ada di rumahnya hingga bertahun-tahun atau puluhan tahun sampai pada akhirnya dikubur. Kepercayaan masyarakat setempat, jenazah yang sudah dibungkus kain tenun tetap harus diberikan makan dan minuman kesukaannya.
“Terus biasanya penguburannya ada yang sampai puluhan tahun ada yang sampai waktunya singkat. Setiap hari jenazah yang belum dikubur harus dikasih makan dan minum. Makanan dan minuman kesukaannya apa harus dikasih,” ungkapnya. Sementara itu, ada juga tradisi untuk yang dipercaya bisa mengetahui panjang atau pendeknya bayi yang baru dilahirkan.
“Kalau kelahiran juga ada ritualnya, misal memberikan nama misal ketika lahir ari-arinya ada yang dikubur dan digantung. Mereka akan menerawang anaknya umur panjang atau tidak. Nanti darah itu akan menetes ke dahan, apakah darahnya akan panjang menetes ke bawah atau hanya di atas,” jelasnya.
Tapal Batas Bakti Kominfo
Mengenal Marapu, Kepercayaan Adat Masyarakat Sumba
Dea Duta Aulia – detikNews
Rabu, 06 Des 2023 17:57 WIB
Foto: detikcom/Agung Pambudhy
Waingapu – Sumba bukan hanya sebatas menyuguhkan pemandangan alam yang eksotis saja. Namun, pulau yang terkenal dengan ‘sandalwood’ ini juga memiliki sejumlah warisan budaya yang masih dilestarikan oleh masyarakat hingga saat ini.
Ada beragam warisan budaya yang masih di Sumba, salah satunya Marapu. Marapu merupakan sebuah kepercayaan terhadap arwah leluhur mereka yang telah meninggal. Kepercayaan tersebut membantu dalam sejumlah keselamatan dan ketentraman dalam kehidupan, khususnya masyarakat asli Sumba.
“Orang Sumba memiliki tradisi kepercayaan lokal yang disebut Marapu,” kata Pemerhati Kebudayaan Sumba, Umbu Asminto Candra Domu Pandarangga kepada Tim Tapal Batas detikcom di Waingapu, East Nusa Tenggara, beberapa waktu lalu.
Umbu Asminto mengatakan kepercayaan tersebut mengajarkan masyarakat Sumba untuk mencintai alam. Pasalnya, banyak nilai-nilai dari kepercayaan tersebut yang bertujuan untuk kelestarian alam.
“Nilai-nilai dan kepercayaan Marapu ini lah yang menjadikan Sumba tetap lestari dan tetap terjaga alam dan budayanya. Karena dengan menjaga alam yang tetap lestari dan menjaga tradisi agar tetap berjalan sesungguhnya itu adalah nilai-nilai Marapu yang ditetapkan dalam agama Marapu atau agama lokal yang berkembang di Sumba,” ujarnya.
“Bagaimana mereka harus menghargai alam, tradisi agar selaras dan bisa berjalan bersama. Karena konsep dari hidup Marapu adalah seluruh kehidupannya itu bergantung pada alam,” sambungnya.
Menurutnya, hamparan savana yang luas seperti tidak terurus merupakan salah satu bukti ajaran Marapu. Dia mengatakan hal itu terjadi karena Marapu mengajarkan penganutnya untuk memanfaatkan alam secara tidak berlebihan.
“Sesungguhnya keberadaan Sumba yang kosong dengan savana yang luas dan kelihatan kosong dari kasat mata sebenarnya itu dibiarkan dilestarikan oleh masyarakat Sumba agar mereka bisa melepas liarkan ternaknya. Dengan mencintai alam dan menjaga alam itu sudah menjadi tugas tradisi Marapu,” jelasnya.
Dia mengatakan kepercayaan Marapu juga mengajarkan orang Sumba untuk bersyukur terhadap terhadap sejumlah kenikmatan yang diberikan.
“Karena dalam tradisi Marapu orang Sumba wajib hidup selaras dengan alam. Dia harus bersyukur terhadap air, savana, hutan, dan kebun. Karena itu dia melakukan ibadah di semua tempat ini yang memberikan penghidupan. Jadi dia mengambil secukupnya tidak berlebihan misalnya pun berkebun, dia akan bertani secukupnya tidak berlebihan,” tuturnya.
Dari kepercayaan tradisional tersebut, menghadirkan sejumlah tradisi yang masih dilestarikan oleh masyarakat Sumba, salah satunya terkait upacara kematian. Mereka yang menganut kepercayaan Marapu bakal membungkus jenazah dengan kain yang berbagai lapisan.
Menurutnya, kain tenun dimanfaatkan untuk membungkus jenazah masyarakat Suku Sumba sebelum dikuburkan. Menariknya, dia menjelaskan, proses pembungkusan jenazah memiliki perbedaan dengan proses pada umumnya. Di mana biasanya, jenazah bakal dalam posisi telentang dengan tubuh yang lurus.
Umbu Asminto Candra Domu bercerita posisi jenazah masyarakat Suku Sumba tidak seperti itu. Namun mereka akan membuat jenazah dalam kondisi ditekuk layaknya posisi seperti bayi di dalam rahim ibu.
“Kalau penguburan jenazah itu tidak tiduran seperti pada umumnya. Biasanya ditekuk jadi seperti kondisi pada rahim dan dikafani dengan tenun,” tuturnya.