Dikatakan tujuan pembentukan SAP untuk pengelolaan ekosistim terumbu karang, padang lamun, mangrove, perikanan kelautan berkelanjutan dan perlindungan terhadap biota laut seperti penyu,dugong,pari,hiu dan lumba-lumba di selat Pantar.
Dugong merupakan biota laut yang terancam punah dan dilindungi keberadaannya berdasarkan Permen No.7 Tahun 1999. keterancaman dugong dipicu perburuan liar untuk diambil daging dan tulang dan taringnya. Kejadian dugong tertangkap tidak sengaja oleh nelayan. Degradasi rusaknnya habitat dugong dan ancaman wisata dugong tidak terkendali dapat berakibat pada rusak dan punah dugong,”Ujarnya.
Jika pemerintah selaku pengelola kawasan konservasi SAP Selat Pantar dan Pulau Sika tidak segera mengeluarkan kebijakan pengaturan terhadap pemanfaatan dugong, khusunya pemanfaatan wisata tontonan dugong maka akan berpotensi terbentuknya pemanfaatan wisata dugong yang tidak terkendali dan mengancam keberadaan dugong di SAP Selat Pantar dan Pulau Sika Kabupaten Alor,”Katanya
Sebagai pemenuhan tahap awal WWF Indonesia bersama Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Alor dan Dinas Pariwisata Kabupaten Alor memginisiasi pembentukan kebijakan di level provinsi terkait pengelolaan dugong berbasis pengelolaan kawasan konservasi perairan SAP Selat Pantar dan Pula Pulau Sika. WWF Indonesia juga mendorong peranserta desa dan kelurahan serta kelompok masyarakat konservasi,budidaya rumput laut dan kelompok wisata untuk mendukungnya,”Ujar Darma Ariawan.
Bli Dharma salah satu pemerhati dugong mengatakan salah satu upaya konservasi dugong di Indonesia berbentuk program konservasi dugong dan lamun Indonesia atau DSCP Indonesia.
DSCP ini digagas oleh Direktorat konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama dengan WWF Indonesia,Lipi dan IPB. DSCP dijalankan dengan dana hiba dari global Environment Facility sebagai kerjasamanya UNEP melalui Mohamed Bin Zayed cpecies concervation FUND.(efakolly).