SAJAK PERTEMUAN
Bersama alumni Univ.PGRI NTT-Alor
hari ini bukanlah hari yang sakti
bagi kami ada di sini
bukan pula ruang resmi istimewa
tempat kami berjumpa
di tengah taman kota
yang penuh kebisingan suara kehidupan
biarlah mata semesta menjadi saksi
bahwa kami masih ada dan belum mati
memegang teguh pengakuan almamater
menepis suara-suara minor
dan tatapan miring orang-orang
ke dalam bilik malam
bersama senja yang nyaris tenggelam.
di sini darah juang kami bersatu kembali
menaklukkan sebuah pertempuran kehormatan
yang tak pernah kami mulai
namun harus kami akhiri tanpa sanksi
sebagai bentuk pengakuan jati diri.
“jangan tanyakan siapa salah siapa benar
atau siapa kalah siapa menang
sebab jawabannya adalah telanjangi diri sendiri”
tapi kami tak ingin seperti patung batu itu
yang hanya pasrah pada terpaan musim
serta terbuai dalam cuaca pancaroba ekstrim
dan tak punya nama di tanahnya sendiri
sebab kami adalah anak panah yang telah dilepas dari busurnya
membidik sasaran masa depan
dalam semangat kobaran api pengabdian,
kami adalah pelaku perubahan
penerang cakrawala
yang tak hanya mengandalkan insting
dalam merefleksi hidup
tapi juga pengakuan hidup agar tetap hidup,
karena hidup tanpa pengakuan
adalah mati dalam hidup
di mata kehidupan
maka tak ada hal istimewa
untuk kami bawa dan ada di sini
kecuali balada puisi-puisi patah
yang diterpa arus kepentingan hari kemarin
serta lambaian sunyi harapan masa depan
yang menggigil di dada perenungan
menjadi tenaga merebut kembali
segala cita-cita perjuangan yang telah kami raih
di bawah naungan almamater kebanggan
yang kini entah kemana?!
ah, hidup memang tak lepas dari masalah;
di tengah taman kota ini kami masih ada dalam tak pasti
kami adalah peramal yang gelisah
menimbang masa depan dengan bimbang
seperti laron-laron kesurupan
di bawah cahaya lampu temaram.
di tengah taman kota ini
kata dan langkah kami satukan
doa-doa menjadi gumam perjuangan.
Tuhan, siasatilah apa yang telah kami sepakati di sini.
Kalabahi, 6 Februari 2017
PUISI-PUISI FERDINAN FRARING
POLUSI KOTA TUA
dunia bagai kota tua
penuh limba dan sampah kehidupan.
segala permainan dan spekulasi angan-angan
menjadi semacam roh yang memberontak dalam jiwa
memenuhi udara kota,
sedangkan wajah etika dan estetika kehidupan
terpojok dalam selokan
seperti kota kuno Sodom dan Gemora
yang musnah akibat kebrobrokan moral manusia.
dan andai saja saat ini kedua malaikat itu datang
siapakah Abraham yang akan mereka tuju
untuk tawar-menawar tentang keselamatan kota?
atau siapakh Lot dan keluarganya yang luput dari api pemusnahan?