PUISI-PUISI FERDINAN FRARING

DI SEBUAH JALAN SETAPAK, Puisi Ferdinan FrarIng

199
×

DI SEBUAH JALAN SETAPAK, Puisi Ferdinan FrarIng

Sebarkan artikel ini

Di sebuah jalan setapak
pada gang yang sempit
pemuda-pemuda perkasa
duduk bersilap
di tengahnya cerek dan sebuah gelas.

mereka mirip pengamat yang bijak
bicara tentang persoalan kehidupan,
mereka saling bertanya
dan menjawabnya dengan bahasa mereka sendiri,
tiba-tiba seorang di antara mereka
bangkit menjadi pemimpin tanpa pelantikan
mulai berkhotbah seperti pendeta muda
sementara pemuda-pemuda lainnya
mendengarkan dengan saksama

bahwa masa sekarang lapangan kerja semakin sempit
hidup menjadi terjepit
maka kita harus menciptakan kerja,
serentak para pemuda mengangguk-angguk
tanda setuju.
bahwa masa sekarang adalah masa bekerja
maka kita harus keluar dari kebiasaan malas.
sembari dimasukan tangannya ke dalam saku celananya
dikeluarkan seratus ribu rupiah
mirip dermawan yang menawan
: ini adalah hasil penjualan sebidang tanah persawahan
peninggalan orang tuaku.
serentak para pemuda mengangguk-angguk
tanda setuju
lalu diberikan uang itu kepada pemuda yang lain
dan pemuda itu pergi
kemudian kembali membawa beberapa botol minuman.
sementara para pemuda yang lain
mendengarkan dengan saksama
dan serentak mengangguk-angguk
tanda setuju.

di sebuah jalan setapak
pada gang yang sempit
pemuda-pemuda perkasa
duduk bersilap
di tengahnya cerek dan sebuah gelas,
mereka kini menjadi seniman orkesktra
bernyanyi bagai paduan suara
dari lagu lokal sampai manca negara
mengusik ketentraman warga.

perlahan suara mereka merayapi jalan setapak
keluar dari gang sempit
tertumpah ke jalan raya
ke rumah-rumah
ke emper-emper toko
ke kantor-kantor
ke kota
ke desa-desa
ke pesta-pesta
maka terciumlah bau alkohol dan tembakau
di udara
di cakrawala
di dalam darah
yang melahirkan
jalan setapak
gang sempit
pemuda-pemuda perkasa
duduk bersilap
di tengahnya cerek dan sebuah gelas
berjejeran dimana-mana.

sebuah kebudayaan tercipta
oleh pemuda-pemuda perkasa
yang lebih banyak bicara daripada kerja.
waktu terus berjalan
gelas terus berputar dalam lingkaran
hingga di akhir tegukkan
mereka sudah tak lagi saling mengenal
bahkan bagi diri sendiri.

Petleng, Juni 2018

KICAUAN BURUNG-BURUNG RIMBA
Bersama Pak Zadrak Tonu Weni

lingkungan alam semesta
tak cukup luas
bagi habitat burung-burung rimba
sebab luasnya isi dunia
tak mampu menampung
buasnya hasrat manusia,

mungkin dalam kurungan terpenjara
yang oleh manusia hukuman bagi narapidana
adalah tempat yang aman
untuk bisa bertahan hidup
bagi seekor burung nuri
walau tak luput pula
dari incaran mata pencuri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

https://gawai.co/docs/pkv-games/ https://gawai.co/docs/dominoqq/ https://gawai.co/docs/bandarqq/