Nilai tanah yang ditawarkan memang sangat tinggi namun akan cepat habis jika dibelanjakan, namun jika tidak dijual akan memberikan nafkah buat generasi kita dari masa ke masa. Akhirnya sang paman pun tidak jadi menjual tanahnya.
Saya yakin, banyak tempat indah di Alor akan juga menjadi bidikan mereka untuk dimiliki dengan modal yang besar.
Menghadapi modal besar adalah tantangan yang besar. Tapi harga diri bahwa kita bisa hidup tanpa menjual tanah-tanah kita terhadap asing adalah sebuah sikap yang dibutuhkan dari para pemilik tanah pribumi. Bukankah kita tidak mau terusir dari Negara kita sendiri? Kita tidak mau menjadi budak di kampung kita sendiri?. Alor memang sedang mengalami perubahan besar secara perlahan. Dahulunya penjajahan terhadap bangsa kita dilakukan secara fisik militer dan itu sangat nampak dan cepat disadari/dideteksi sehingga cepat atau lambat penjajah dapat diusir. Kini saya melihat kecenderungan menjajah lewat jalur non fisik seperti memiliki tanah secara perlahan dengan modal besar yang mereka punya. Jika tanah-tanah telah dibeli maka bagaimana mungkin mereka diusir.
Ada kekhawatiran dalam diri saya sebagai anak asli Pulau Ternate khususnya kampung Umapura bahwa jika mereka berhasil memiliki tanah di Pulau yang indah itu, maka beberapa kemungkinan bisa terjadi sebagaimana berikut :
Pertama, suatu saat nelayan-nelayan kami bisa saja tidak diizinkan untuk melaut/menangkap ikan di area yang mereka kuasai. Hal ini dapat menurunkan pendapatan masyarakat setempat. Selain itu membuktikan jatuhnya harga diri masyarakat karena menjadi tidak berdaya di kampung sendiri.
Kedua, bisa saja ini adalah intelejen asing yang sengaja ditempatkan di Indonesia di daerah-daerah terpencil dan perbatasan dengan modus berwisata di Indonesia. Hal ini harus diwaspadai pihak pemerintah terutama TNI sebagai penjaga utama Indonesia.
Ketiga, berita tentang masuknya narkoba dan obat terlarang berton-ton lewat pelabuhan-pelabuhan kecil dan pulau-pulau kecil bisa saja terjadi di daerah kita dengan dalih berwisata. Hal ini karena pelabuhan-pelabuhan besar dan bandara mendapat penjagaan yang ketat sehingga sulit jika diselundupkan. Untuk itulah lebih sulit diketahui jika diselundupkan lewat pulau-pulau kecil.
Keempat, terjadinya asimilasi budaya perlahan akan terjadi. Budaya barat yang tidak sesuai dengan karakter budaya bangsa kita akan diinjeksikan ke dalam karakter generasi kita. Transfer budaya lewat metode seperti ini akan membahayakan adat ketimuran yang selama ini dibanggakan. Saya begitu khawatir dengan serangan halus nan mematikan tanpa sadar yang efeknya sangat berbahaya bagi masa depan bangsa Indonesia.
Kelima, temuan beberapa benda-benda antik dan berharga dalam pasir maupun tanah beberapa waktu lalu oleh warga setidaknya membuka cakrwala kita bahwa jangan sampai ini juga menjadi tujuan asing untuk menggali benda-benda berharga tersebut yang tersimpan dalam pulau Ternate.
Bisa saja kekhawatiran saya dianggap terlalu berlebihan dan tidak mendukung kemajuan daerah ini dalam konteks globalisasi. Namun ini hanyalah pikiran reflektif yang kiranya menjadi pertimbangan berbagai pihak di daerah ini untuk tidak menjual sembarang tanah-tanah kita kepada asing karena akan menimbulkan penyesalan di waktu yang akan datang.
Sebaiknya kita sendirilah yang mengelolanya dibantu pemerintah untuk kebutuhan dan kepentingan sendiri jauh lebih baik dari menyerahkan kepada asing. Pemerintah sebaiknya ikut memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang bahaya menjual tanah pada asing dan memberikan konsep kontrak tanah/pulau yang saling menguntungkan antara asing dan pribumi sehingga masyarakat tidak salah mengambil keputusan.
Pemerintah juga sebaiknya ikut menghambat proses kepemilikan tanah oleh asing jika dicurigai memiliki niat-niat yang kurang baik bagi daerah dan bangsa Indonesia. Kepada semua pihak anak daerah Alor, mari kita jaga kampung halaman kita agar tidak jatuh ke tangan asing. Sodara-sodara… Tanah NKRI adalah harga mati untuk pribumi.