Secara etimologis, istilah kebudayaan berasal dari beberapa bahasa, antara lain: Culture (Bahasa Inggris) artinya budaya, Colore (Bahasa Latin) artinya budaya, dan Akhlaq (Bahasa Arab) artinya peradaban atau budi.Kata “kebudayaan” berasala dari bahasa Sanskerta yaitu buddhaya yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi, artinya akal. Selanjutnya dikembangkan menjadi kata budidaya yang artinya kemampuan akal budi seseorang ataupun sekelompok orang.Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan sisitem gagasan, tindak dan hasil karya dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan cara belajar. Substansi utama budaya adalah sistem pengetahuan, pandangan hidup, kepercayaan, persepsi, dan etos kebudayaan. Tiga unsur yang terpenting adalah sistem pengetahuan, nilai, dan pandangan hidup.
Pada umumnya istilah politik dapat diartikan sebagai bermacam-macam kegiatan dalam suatu system politk atau Negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari system itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Politik menyangkut tujuan-tujuan seluruh masyarakat, termasuk kegiatan berbagai kelompok baik partai poltik maupun individu. Konsep-konsep pokok politik adalah Negara, kekuasaaan, pengambilan keputusan, kebijakan, dan pembagian kekuasaan.
Budaya politik adalah aspek politik dari nilai-nilai yang terdiri atas pengetahuan, adat istiadat, tahayul, dan mitos. Semuanya dikenal dan diakui oleh sebagian besar masyarakat. Budaya politik tersebut memberikan rasional untuk menolak atau menerima nilai-nilai dan norma lain. Budaya dan politik juga dapat dilihat dari aspek doktrin dan aspek generiknya. Yang pertama menekankan pada isi atau materi, seperti sosialisme, demokrasi, atau nasionalisme. Yang kedua (aspek generik) menganalisis bentuk, peranan, dan ciri-ciri budaya politik, seperti militan, utopis, terbuka, atau tertutup.
Hakikat dan ciri budaya politik yang menyangkut masalah nilai-nilai adalah prinsip dasar yang melandasi suatu pandangan hidup yang berhubungan dengan masalah tujuan. Bentuk budaya politik menyangkut sikap dan norma, yaitu sikap terbuka dan tertutup, tingkat militansi seseorang terhadap orang lain dalam pergaulan masyarakat.
Budaya politik partisipan adalah individu yang berorientasi terhadap struktur inputs dan proses dan terlibat didalamnya atau melihat dirinya sebagai potensial terlibat, mengartikulasikan tuntutan dan membuat keputusan.Budaya partisipan yaitu budaya dimana masyarakat sangat aktif dalam kehidupan politik, danmasyarakat yang bersangkutan sudah relatif maju baik sosial maupun ekonomi, tetapi masihbersifat pasif.Contoh budaya politik partisipan ini antara lain adalah peranserta masyarakat dalampengembangan budaya politik yang sesuai dengan tata nilai budaya bangsa Indonesia.
Budaya dan politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat. Namun, setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti antara masyarakat umum dengan para elitenya. Seperti juga di Indonesia, menurut Benedict R. O’G Anderson, kebudayaan Indonesia cenderung membagi secara tajam antara kelompok elite dengan kelompok massa.
Mengacuh pada dasar pikir diatas maka, Mahasiswa sebagai kaum intelektual yang berdasarkan keilmuannya itu semestinya dapat melihat segala kemungkinan yang terjadi dari penyelenggaraan negara di semua bidang. Adalah logis bila mahasiswa menawarkan solusi dan kritisasi terhadap penyelenggaraan negara berdasarkan kompetensinya sebagai komunitas intelektual atas dasar kepeduliannya terhadap kondisi. Sebab, dari komunitas ini kita memiliki agent of control yang mumpuni dengan jumlah kuantitatif mahasiswa Indonesia hari ini.
Sebagai Mahasiswa sudah selayaknya ikut serta membangun budaya politik partisipan agar mampu mewujudkan masyarakat demokratis yang stabil. Sebagai generasi penerus bangsa, generasi muda perlu memupuk kesadaran untuk belajar dan berlatih sesuai dengan tingkat dan kemampuan dalam berbagai kegiatan politik di lingkungan masing-masing, misalnya, peran serta di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, dan negara.
Peran serta dalam budaya politik partisipan, tidak dapat muncul secara instan tetapi melalui proses yang panjang melalui sosialisasi sejak kanak-kanak, sampai dewasa bahkan sampai tua di lingkungan masyarakat, bangsa, dan negara. Peran serta mahasiswa dalam budaya politik partisipan, tidak dapat muncul secara instan tetapi melalui proses yang panjang melalui sosialisasi sejak kanak-kanak, sampai dewasa bahkan sampai tua di lingkungan masyarakat, bangsa, dan negara.
Dalam Lingkungan kampus, dapat diwujudkan dengan partisipasi dalam kegiatan Organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa. Mahasiswa dapat memberikan masukan, usul, saran atau kritik yang membangun untuk kemajuan kegiatan BEM dalam rangka penyusunan dan pelaksanaan program-program BEM di kampus masing-masing. Dalam lingkungan masyarakat, Mahasiswa atau generasi muda dapat ikut aktif dalam kegiatan karang taruna, remaja masjid, pemuda gereja, organisasi pemuda, organisasi kemahasiswaan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan organisasi kemasyarakatan yang lain.
Dalam lingkungan pemerintahan Negara, dapat menerapkan budaya politik partisipan melalui pengalaman-pengalaman politik dalam kegiatan-kegiatan politik negara, misalnya menjadi anggota atau simpatisan partai politik, menyaksikan atau mengikuti debat politik antar elite politik melalui berbagai media, mengikuti kampanye pemilihan umum, memberikan suara dalam pemilihan umum untuk pemilihan bupati/walikota, anggota DPRD, DPR RI, dan Presiden.