Ceritanya akan berbeda apabila AHY ngotot maju di pilpres 2019 dan bukan dpasangkan dengan Jokowi. AHY akan berhadap-hadapan dengan Jokowi dan tidak mendapat keuntungan di pilpres 2024.
“Daripada AHY ini berhadap-hadapan dengan Jokowi di pilpres 2019, itu hanya akan mempersempit market dia. Dan belum tentu juga di tahun berikutnya pemilih Pak Jokowi yang berpotensi ke dia, ini beralih ke dia. karena ada semacam luka politik yang terbangun,”papar Ray.
Berbeda dengan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin. Menurut dia, bila koalisi itu benar-benar terealisasi, maka duet antara Jokowi-AHY semakin menguat pada pilpres 2019.
“Komposisi yang bagus. Karena Pak Jokowi representasi dari sipil dan dari generasi senior. Dan AHY representasi dari generasi milenial dan dari militer,” kata Ujang.
Ujang menambahkan, pasangan itu memiliki kekurangan, yakni sama-sama dari Jawa. Namun, dalam perhitungannya, terlihat peluang menang keduanya cukup besar.
“Peluang menangnya cukup besar. Pengaruhnya untuk politik dalam sangat bagus. Karena bersatunya kekuatan sipil dengan militer,” tutup Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar itu
Lantas, bagaimana dengan Anies Baswedan yang elektabilitasnya ternyata paling tinggi sebagai cawapres menurut riset Indo Barometer?
Pengamat Politik dari Universitas Indonesia (UI) Budyatna, menilai belum saatnya Anies bicara soal cawapres atau bahkan capres. Karena ia baru saja dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta.
“Sebaiknya Anies diam saja. Tidak perlu komentar soal nyapres atau nyawapres. Kerja saja yang benar, karena prestasi beliau memang belum terlihat,” kata Budyatna.
Dijelaskan Budyatna, jika kinerja Anies bisa melebihi Ahok atau paling tidak menyamai pendahulunya itu, tentu masyarakat akan menilai. “Fokus saja jalankan program kerja,” ujar dia.
Sedangkan Direktur Indonesia For Transparancy And Akuntability (Infra) Agus Chaerudin, meminta Anies menyelesaikan tugasnya sebagai Gubernur DKI selama lima tahun. Hal tersebut sesuai dengan janji yang telah diucapkan saat dilantik sebagai gubernur. Tidak perlu mengikuti jejak pendahulunya mantan Gubernur Joko Widodo yang meninggalkan tugas sebagai gubernur untuk maju nyapres. Walaupun pada akhirnya Jokowi memenangkan Pilpres dan menjadi presiden.
“Budaya meninggalkan jabatan di tengah jalan untuk meraih jabatan yang lebih tinggi sebaiknya dihentikan. Karena hal itu menjadikan kesan politik bukan untuk mengabdi, namun hanya untuk mengejar jabatan semata,” terang Agus.
Anies yang dimintai pendapatnya soal hasil survey Indo Barometer, tak mau berkomentar. “Jangan soal itu,” ucap Anies, Senin (4/12). Hal senada diucapkan sang Wakil Sandiaga Uno. “Kalau politik, saya enggak mau komentar,”Kata Sandiaga. (aen/wok)