Luka dalam terdalam di dalam pedih mendalam sakit-sakit terindah engkau tunjukkan amarah dendam terpatri sejarah mu terukir sayang…
Caci-makilah aku sayang, caci-makimu memuaskan keegoan mu. Keegoanmu kekeliruan mu terpajang di wajah hati berdarah bukan bertulang sayang…. inikah engkau katakan sesudah engkau puas memberi tato luka-luka dalam tanpa sayap sayang…
Sayap-sayap berguguran helai per helai jatuh berlalu di mata biji mu berkaca membaranya dendam mu sayang….
Sadarilah cinta hadir semestinya yang demikan di hembas dalam kebasan buanglah sayang…
Sudah tidak ada lagi tanya mu dulu nan lembut merayu sayu menghadirkan keteduhan sayang…
Terhenti janganlah sesali sayang
Sesali sudalah cukup tertuang pengampunan sayang
Pengampunan dari sang Tuhan sang Pencipta
Cinta itu adalah Anugerah termanis sayang….
Kofi, 20/12/2016
Karya: Gabriel Romelus Ladang
“KELUH-KESAH KU MULAI TAK TERARAH”
Tidak ramah dirautan wajah membara, tersirat raut pipih mengembang raga kacau bukan terarah. Sejenak lalukan pilu menggores goresan senja sembilu putih riuh buih gemulai sang awan.
Terpesona pesona kebekuan nyiur muram melambai, mengungkapkan kata ungkapan tidak bersimponi dilukisan rupa kumal. Ah, nurani tersenyum pudar memudar dipudar dalam keramaiyan terpudarkan bintik-bintik luka tertelan garis bekas.
Keluh-kesah ku mulai tak terarah, terarahkan namun diabaikan. Gemercik embun tersenyum harapan huru-hara hati terpose kesedihan berlantun kanfas lebam hitam deru debu bikinkan tirai karam mata kaku. Ketika bayang-bayang manja menari di atas bale-bale berpaku.
Meruncing meraung-raung barisan semut-semut tapak kaki terbunuh berduka. Lihatlah senyum di balik duka terputar kanan-kiri, nurani berbisik lembut inilah jejak langkah sang kelana gersang bersama gurun berpasir halus bersama tanah tertuang halusinasi sebuah majas.
Terpahatlah kolong tanah birahi bertuan bukan milik, bilakah raga masih teraba teteskanlah secuil harapan mengharap kelak bara membara redah perlahan sang air menghapusnya.
Senja Tanjung Sembilan, 02/04/2018
Karya : Gabriel Romelus Ladang
“Dahulu Pernah Ada”
Dahulu pernah ada diri mu yang kini telah menghianati semua bisikkan malam. Pergilah… bawalah semua semu-semu kepalsuan.
Dahulu pernah ada, ada tangis dan bahagia. Bahagia duka dibalut kemunafikkan mu. Sudalah, biarkan saja engkau berlalu.
Dahulu pernah ada. Ada janji-janji, hem ada keyakinan tentang janji namun lupakanlah semua janji-janji yang tak pernah terkabulkan.
Tuhan… semuanya begitu indah, indah di pandang, indah di rasa akan tetapi enggan dibuktikan. Tuhan semua yang dahulu pernah ada kini menjadi tanda tanya terbesar sebesar bumi dalam hati ini hanpuskanlah.
Kofi, 25/12/2016
“SEDETIK TANPA MU, AKU MEGENANG”
Sedetik tanpa mu, aku mengenang. Mengenang hambarnya waktu perjuangan mu sia-sia. Sia-sia di jejak perilaku tipu muslihat terlayang-layang.
Ah… sudalah.
Kampus, 07/07/2009
Karya : Gabriel Romelus Ladang
” BALADA KESEKIAN KALI UNTUK DITUANGKAN ”
Senyum mulai memudar dikarenakan rindu berpuisi di balik dalamnya racikan kata-kata, lelah mengejek bisu bisik membisik di telinga yang kini membosankan.
Bukan sang pujangga hanya torehan garis sebercak titik-titik benih bening.
Balada kesekian kalinya untuk dituangkan dari kesekianya menghadirkan banyak tanda-tanda di tanya berarah memerah bernanah.
Terlambatkah…?
Terlalu lamakah…?
Ataukah terlalu sangat-sangat dirindukan
Terpaku sejam berteman sebatang rokok, remang-remang malam mencium telapak kaki pena goresan tinta memercik kehitam-hitaman warna itu, itulah warnanya
Kampus, 27/12/2010
Karya: Gabriel Romelus Ladang