Merebaknya informasi dari 98 Institut Sayed Zainal Abidin adanya dugaan keterkaitan Nicke Widyawati mantan Direktur Perencanaan Strategis 1 PLN dalam pusaran kasus korupsi PLTU Riau 1 menarik dicermati dan harus menjadi fokus perhatian KPK mengembangkan informasi tersebut.
Apalagi setiap praktek korupsi dan “mark up” di PLN berujung pasti menyengsarakan rakyat banyak , karena akan menanggung beban tarif dasar listrik lebih mahal.
KPK harus menggali informasi lebih dalam motif kemunculan proyek PLTU Riau 1 bisa masuk dalam RUPTL thn 2016 – 2025 , termasuk adanya pertemuan Nicke Widyowati dengan Eni Saragih di Singapore pada tahun 2017 , dan rekaman CCTV di BRI Prime Lounge sepanjang tahun 2017 dan 2018 yang konon kabarnya sering digunakan untuk membahas proyek 35.000 MW oleh Direksi PLN dengan pengusaha IPP dan EPC serta elit elit Partai / Anggota DPR .
Adapun posisi Nicke Widyawati saat itu sebagai Direktur Perencanaan Strategis 1 yang membawahi divisi RUPTL ( Rencana Umum Pengadaan Tenaga Listrik ) adalah posisi penting yang paling menentukan bagaimana awal mula munculnya proyek PLTU Riau 1 dalam RUPTL 2016 – 2025 untuk proyek 35.000 MW yang sudah disetujui oleh Menteri ESDM saat itu pada 17 juni 2016 sesuai Keputusan Menteri ESDM nomor : 5899 K/20/MEM/2016.
Sehingga dgn masuknya proyek PLTU Riau 1 tentu atas tanggung jawab Direktur Pengadaan Strategis 1 baru bisa ditindak lanjuti oleh Direktur Pengadaan Strategis 2 Iwan Supangkat yang membawahi Divisi IPP ( Independent Power Producer ) untuk ditindak lanjuti proses bisnisnya dengan skema IPP atau EPC untuk mencari mitranya .
Dari proses bisnis di hulu ( perencanaan ) dan di hilir berupa eksekusi skema proyek dalam bentuk IPP atau EPC akan didapat benang merah peranan Sofyan Basyir sebagai Direktur Utama PLN dengan Direktur Perencanaan Strategis 1 Nickey Widyawati dan Direktur Perencanaan Strategis 2 Iwan Supangkat terkait kasus korupsi PLTU Riau 1 yang sedang disidik KPK dan telah menetapkan status tersangka serta sudah ditahan untuk Eni Saragih ( Anggota DPR Komisi VII dari Golkar ) , Johanes Sukoco ( Blackgold Natural Resources ) dan Idrus Markam mantan Menteri Sosial.
Oleh karena itu perlu didalami motif munculnya PLTU Riau 1 didalam RUPTL 2016 sd 2025 apakah benar berdasarkan kebutuhan atas kajian tehnis atau bisa muncul mendadak atas pesanan ? , karena informasi yang beredar luas bahwa PLTU Riau 1 muncul akibat penundaan PLTU Sumsel 6 pada juni 2016.
Mengingat Kepala Divisi RUPTL PLN M Iqbal telah mengundurkan diri dari jabatannya pada tahun 2016 karena tak kuat menerima intervensi dari banyak pihak termasuk mantan atasannya terkait penyusunan RUPTL tahun 2016 sd 2025 untuk proyek 35.000 MW , termasuk juga beredarnya informasi adanya intervensi kuat untuk pembatalan tender PLTGU Jawa 5 tanpa alasaan yg kuat .
Peran KPK sangat diharapkan publik atas banyak bau tidak sedap dalam setiap penentuan nominasi siapa yg ditunjuk sebagai pelaksana IPP dan EPC ( Engineering Procurement Contractor ) disetiap pembangkit listrik PLN .
Bisa jadi kasus korupsi PLTU Riau 1 akan membuka pintu kepada pengusutan kasus korupsi yang lain di proyek pembangkit 35.000 MW.
Apalagi Menteri BUMN pada 31 Agustus 2018 dikantor Menko Perekonomian telah menyatakan lagi pusing berat saat ini memikirkan PLN telah didera kerugian sekitar Rp 5,35 triliun pada semester 1 tahun 2018 , bisa jadi kerugian ini salah satunya akibat praktek praktek korupsi yang sama juga dengan yg sedang disidik KPK saat ini.