Mahensa Express.Com – Kupang, Dalam Undang-Undang Nomor 15 Pasal 20 Tahun 2014 tentang pengolahan keuangan Negara, jelas mengatur bahwa temuan atas suatu proyek yang harus memerluakan audit rutin dari BPK diberikan waktu 60 hari kepada SKPD atau satuan kerja untuk memenuhi rekomendasi BPK. Perintah BPK itu diberikan BPK kepada gubernur selaku kepala daerah. Hal ini sudah menjadi tataran kebijakan pada satuan kerja yang harus di tindak lanjuti. Persoalanya bahwa termohon Kejati NTT melakukan penyidikan dalam batas tenggang waktu 60 hari yang diberikan oleh BPK, hal itu merupakan suatu tindakan yang tidak sah menurut Undang Undang. Di dalam Hukum itu ada siasat untuk memenangkan suatu perkara dan adapula yang mensiasati untuk memenangkan suatu perkara. Dalam kasus NTT Fair, Rusdinur menilai Kejati NTT mensiasati suatu hal “.
Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Pengacara Pra Peradilan Kasus NTT Fair, Rusdinur,SH, MH kepada wartawan dalam acara jumpa pers di Rumah Makan Taman Laut Pasir Panjang Kota Kupang, Senin, (2/09/2019).
Menurut, Rusdinur Kejaksaan Tinggi NTT telah mengangkangi 8 Point Perintah Presiden Jokowi bagi Kajati dan Kapolda se-Indonesian yang dengan tegas mengatakan bahwa 1.Kebijakan dan Diskresi pemerintah daerah tidak boleh dipidanakan. 2. Tindakan Administrasi harus dibedakan dengan yang memang berniat korupsi. Aturan BPK jelas, mana pengembalian dan mana yang bukan. 3. Temuan BPK masih diberi peluang perbaikan 60 hari. Sebelum waktu itu habis, penegak hukum tidak boleh masuk dulu. 4.Kerugian Negara harus kongkret dan tidak mengada-ngada. 5.Kasus dugaan korupsi tidak boleh diekspos di media secara berlebihan sebelum tahap penuntutan. 6.Pemda tidak boleh ragu mengambil terobosan untuk membangun daerah. 7.Perintah ada pengecualian untuk kasus dugaan korupsi yang berawal dari operasi tangkap tangan ( OTT ). 8.Setelah perintah itu, jika masih ada kriminalisasi kebijakan, Kapolda-Kapolres dan Kajati-Kajari akan dicopot.
Dijelaskan, ada ketentuan dalam undang-undang untuk menghitung kerugian Negara. Dan seuai Surat Edaran Mahkamah Agung, maka peraturan pelaksanaanya adalah Badan Pemeriksaan Keuangan ( BPK ). Jika ada lembaga lain yang memeriksa adanya potensi kerugian Negara, maka lembaga tersebut harus mempunyai Sertifikasi Auditor. Nah yang dipertanyakan adalah apakah Politeknik Kupang mempunyai Sertifikasi Auditor untuk menghitung potensi adanya kerugian Negara? Dan apabila adanya suatu hal lalu Akuntan Publik menghitung kerugian Negara maka tetap yang men-disclearkanya adalah BPK.
“ Kalau menghitung kerugian Negara tentang volume belum dapat disimpulkan bahwa adanya kerugian Negara. Volume pekerjaan yang katanya kurang 15 persen itu berapa nilainya? berapa kerugian negara yang harus dikembalikan? dan itu belum kelihatan sama sekali. Jadi masih samar, masih premature dan masih bias “,katanya.