Kuasa hukum para tersangka, Rusdinur, SH, MH dan Samuel Haning, SH, MH yang dimintai komentarnya di sela-sela sidang lapangan mengatakan, perhitungan volume terpasang gedung NTT yang dilakukan oleh Tim Ahli bangunan dari Politeknik Negeri Kupang tidak dapat serta merta dijadikan dasar perhitungan kerugian Negara oleh jaksa penyidik dan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Jadi volume/progres fisik gedung NTT Fair yang dihitung Politeknik Negeri Kupang sebesar 45,85 persen hanya merupakan prakiraan ahli berdasarkan metode pemeriksaan/ perhitungan ahli bangunan. Mereka hanya menghitung pekerjaan/volume terpasang. Sedangkan rangka besi atap, kabel, dan material on side lainnya tidak dihitung,” ungkap Rusdinur.
Karena tidak dihitung, jelasnya, maka progres fisik versi ahli bangunan dari Politeknik sudah pasti akan lebih rendah. “Karena laporan progress fisik 70 persen yang dilaporkan manajemen proyek termasuk menghitung material on side dan barang/bahan yang telah diorder,” jelas Rusdinur.
Hal senada juga dikatakan Samuel Haning. Menurut Haning, karena hasil pemeriksaan Tim Ahli dari Politeknik hanya berupa prakiraan saja maka harus ada hasil pemeriksaan lain yang dijadikan pembanding oleh Jaksa penyidik dan JPU dalam menetapkan voleme fisik gedung NTT Fair.
“Hasil pemeriksaan Politeknik merupakan prakiraan saja sehingga Jaksa penyidik dan JPU harus menjadikan itu sebagai petunjuk awal saja. Kan harus dibandingkannya dengan hasil pemeriksaan Inspektorat Daerah dan BPK RI karena hasil perhitungan masing-masing lembaga ini berbeda-beda,” jelasnya.
Menurut Haning, harus ada kepastian progress fisik gedung NTT Fair yang sebenarnya sehingga Majelis Hakim memiliki kepastian dan keyakinan dalam menetapkan besarnya kerugian Negara dalam kasus tersebut. “Jaksa tidak bisa hanya menggunakan hasil pemeriksaan dari Ahli Bangunan Politeknik Negeri Kupang sebagai dasar perhitungan kerugian Negara karena hasil pemeriksaan mereka hanya merupakan prakiraan,” tandasnya.
Selain itu, kata Haning, masih ada lembaga lain yang lebih berkompetensi dalam memeriksa dan menghitung kerugian Negara . “Kan masih ada hasil pemeriksaan Inspektorat Daerah dan BPK RI yang seharusnya dijadikan Jaksa penyidik dan JPU sebagai pembanding. Tidak tepat jika hanya jaksa hanya menggunkan hasil pemeriksaan Politeknik Negeri Kupang saja,” tegasnya. (MA/tim)