Sebagai mantan Tenaga Ahli Pemberdayaan dan pegiat Desa, saya sangat-sangat menyayangi hal ini dan tak patut untuk di pelajari apa lagi menjadi teladan bagi pendamping di semua Kabupaten. Saya membaca ini ada aroma yang tidak lazim dan patut untuk di telusuri.
Bicara kontrak kerjasama antara pihak ketiga dengan desa itu diatur di dalam LKPP No. 12 Tahun 2019, bukan berdasarkan asumsi liar dan disampaikan secara fulgar di publik seperti itu.
Oleh karena saya meminta Koordinator Tenaga Ahli KPW 5 Provinsi NTT untuk meluruskan permasalahan ini ke publik, biar publik tahu dan paham. Namun jika koordinator pendamping provinsi diam maka patut di duga semua terlibat dalam hal pengadaan lampu jalan tenaga matahari di desa-desa seluruh Kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Bahwa Pengadaan barang dan jasa mendahului asistensi dan Penetapan di desa itu namanya persekongkolan apa lagi mengabaikan LKPP no. 12 tahun 2019 tentang Pengadaan barang dan jasa di desa. Lalu rumus dari mana pernyataan TA Penanganan masalah menyampaika bahwa sudah sesuai prosedur.
Kalau seperti ini maka publik mulai menduga-duga bisa jadi Pemerintah daerah juga terlibat dengan pihak ketiga, sehingga bisa leluasa berbuat, dan atau pendamping ikut fasilitasi. Karena tidak mungkin Pihak ketiga itu sampai di kampung (desa) kalau pintu masuknya tidak lewat pendamping.
Karena ini sudah menjadi polekmik dan konsumsi publik, maka di minta kepada tim asistensi APBDes Tahun 2020 kecamatan dan kabupaten untuk membatalkan usulan tanpa prosedural ini. Bila tidak akan menjadi preseden buruk ke depan dan desa di anggap lahan bajakan yang di bisa di kendalikan para mafia penggarong uang desa.