Oleh : Dr. Umar Ali Bethan, M.Pd (Ketua Presidium KAHMI Wilayah NTT)
Mahensa Express-Kalabahi. Ali Bin Abi Thalib “Ilmu itu lebih baik dari harta. Ilmu akan menjagamu sementara engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim) sedangkan harta terhukum. Jikalau harta itu berkurang apabila dibelanjakan, tetapi ilmu akan bertambah apabila dibelanjakan”.
Panggung orasi ilmiah telah menjadi tradisi intelektual yang dibangun dalam lingkungan HMI/KAHMI di NTT. Kultur ini sengaja dibangun agar identitas kualitas insan cita tetap terjaga dalam kontribusi pada negeri tercinta. Kritik, koreksi dan evaluasi yang konstruktif disampaikan secara ilmiah dan dalam bingkai metodologis terstandar agar nilai, etika dan norma dalam bermusyawarah senantiasa terjaga.
Kemandirian Bangsa Indonesia sangat diharapkan untuk kesejahteraan Alor. Artinya; KAHMI Alor menyatakan bahwa Alor adalah Indonesia maka berbagai identitas Alor harus berkontribusi untuk kemandirian Bangsa Indonesia dan berdampak komunal bagi seluruh rakyatnya terkhusus Alor secara teritorial maupun secara identitas cultural. Orang Alor dengan segenap sumberdayanya berperan aktif dalam upaya menciptakan kemandirian bangsa secara utuh namun pada muaranya akan mengikuti derasnya arus di teluk hingga bermuara di Teluk Mutiara untuk kesejahteraan Alor tercinta. Beginilah cara orang Alor menunjukkan identitasnya sebagai bagian yang tudak terpisahkan dari Republik Indonesia, meskipun sudah mendunia tapi tetap mengakui “Kaka Dorang” meskipun terpisah karena keragaman bahasa tapi “Kita Indonesia”.
Kemandirian mengandung pengertian suatu keadaan dimana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk menuju demi kebaikan dirinya. Dengan demikian akan berprilaku yang mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi yang dihadapi, memiliki kepercayaan diri dalam tugas-tugasnya dan bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Hal ini dipertegas oleh Robert Havighurst (1992) bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek yaitu : emosi (ditunjukan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi orang lain), ekonomi (ditunjukan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang lain), intelektual (ditunjukan dengan kemampuan mengatasi berbagai masalah yang dihadapi dan kemampuan mengembangkan daya kreasi dan inovasi), aspek sosial (ditunjukan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak menunggu aksi orang lain).
Memperbincangkan hal ini dalam lokus kewilayahan Kabupaten Alor sebagai daerah otonom maka untuk mengukur nilai kemajuan dan perkembangan kearah yang lebih baik dapat menggunakan indikator kesejahteraan dari berbagai aspek. Salah satu instrumen yang dijadikan ukurannya adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM)yang formulanya dibentuk dari aspek usia harapan hidup (kesehatan), aspek pengetahuan (pendidikan) dan standar hidup layak (ekonomi).
Nilai IPM untuk Kabupaten Alor pada tahun 2013 sebesar 69,67 atau ranking ke 4 dari 22 Kabupaten/Kota se NTT setelah Kota Kupang, Ngada dan Flores Timur. Kondisi ini kemudian mengalami penurunan menurut data statistik (Kabupaten Alor Dalam Angka 2015 dan 2016). Yaitu pada tahun 2014, IPM Kabupaten Alor menurun menjadi 50,00 dan tahun 2015 sedikit mengalami peningkatan hingga 58,50. Kondisi inijangan terlalu diresahkan karena beberapa wilayah Kabupaten/Kota lainnya di NTT juga mengalami pasang surut yang sama meskipun tidak signifikan.