OTT Bupati Kudus oleh KPK, atas jual beli jabatan di lingkunagn SKPD Kabupaten Kudus, menggambarkan jual beli jabatan tetap berkelanjutan marak dan permanen di lingkungan pemerintah daerah. Ini memperlihatkan semacam bios theoretikos untuk mengolah dan mendidik kita semua dari doxa atau pendapat yang berkembang dewasa ini, “bahwa jabatan birokrasi telah dikultuskan sebagai kekuatan baru reformasi dan otonomi untuk menjadi sumber penghasilan bagi keluarga, kelompok kepentingan dan partai politik”. Kealpaan hakekat yang ditangkap publik sebagai penguatan kesenangan hedonistik kekuasaan ini, memang perlu dihindari demi kepentingan bersama dalam penguatan revolusi mental pejabat yang memegang jabatan struktural birokrasi.
Secara masif, kekuasaan kepala daerah memang telah terperangkap pada hipotesa klasik; ”birokrasi sebagai sumber keburukan” ke hipotesa modern “birokrasi sebagai sumber pendapatan kemenangan”. Ini merepresentasikan, bahwa birokrasi daerah tengah mengalami metamorfosis yang dicirikan multikooptasi oleh beragam kepentingan karena maksimalisasi moral kemenangan. Akibatnya kekuasaan terus melakukan pensakralan jabatan birokrasi, dengan pentebalan titik-titik peminggiran yang ekstrim pada fragmentasi politik, untuk menindas pilihan-pilihan pembenahan yang bertali temali di dalam tubuh birokrasi yang diikuti transaksi jabatan.
Ketelanjangan realitas jual beli jabatan, adalah realitas pencucian wajah mutasi birokrasi dalam kegamangan revolusi mental aparatur oleh penguatan pertarungan melawan bayang-bayang pasca kompetisi antara aktor-aktor politik. Peminggiran profesionalisme aparatur ke arah kesenangan pada orang atau keluarga dan jual beli jabatan, telah menjadi keniscayaan yang paling tepat untuk membenturkan kemapanan birokrasi, dengan arogansi kesenangan kekuasaan. Pengkultusan persepsi para aktor pemenang, memungkinkan pejabat atau aparatur dipandang sebagai partner dalam interaksi dialogis transisi kekuasaan dengan ikatan sebongkah harga tertent. Padahal untuk sebuah pemerintahan berkelanjutan dan dalam sebuah peradaban birokrasi, sangat dibutuhkan proses interaksi dialogis yang didalamnya terkandung beragam perspektif, ide, gagasan dan inisiatif, guna penyesuaian tata kerja dan tata kelola pemerintahan secara berkesinambungan.
Berarti menggerus birokrasi dari sisi kesenangan kekuasaan mentransaksikan jabatan, tanpa ruang putih profesionalisme adalah fenomena gagal mengisi kemenangan. Akhirnya mutasi jabatan selalu tidak pernah ramah pada kemenangan itu sendiri, dan dianalogikan sebagai peminggiran orang dalam bangun baru ideologi kepemilikan dengan sejumlah uang sebagai imbalan jabatan bagi mereka yang tidak bermoral untuk mengemban jabatan pada SKPD di daerah.
Birokrasi dan politik
Birokrasi dan politik, adalah dua buah institusi yang memiliki karakter yang sangat berbeda, namun saling mengisi seperti mata uang yang tidak terpisahkan. Menurut Etzioni-Havely birokrasi adalah organisasi hirarkis pemerintah yang ditunjuk untuk menjalankan tugas melayani kepentingan umum. Sedangkan politik merupakan institusi yang disebut juga dengan pusat kekuasaan. Kekuasaan yang dimiliki oleh politik berlangsung dalam berbagai arena, seperti pembuatan, penerapan, dan evaluasi kebijakan publik. Birokrasi pemerintah secara langsung ataupun tidak langsung selalu berhubungan dengan kelompok kepentingan politik tersebut.