Repihan angka terserak pada puncak dini hari
Berkelindan bersama segala semoga yang mengangkasa pergi
Kupang, 2019
MASIH PADA PERSOALAN YANG SAMA
Mereka masih bercengkrama pada persoalan yang sama, perihal perkara-perkara dunia. Mereka menjadi pembenci yang dangkal logika, atau bahkan sesekali meracik picik yang bermuara pada dengki dan gemar melempar sumpah serapah.
Cinta tak lagi lingsir dalam kepala-kepala mereka, hanya kesumat yang lahir dalam kepalan-kepalan tangan tersesat, lalu beranak pinak menjadi gempita angkara murka tak berkesudahan.
Segalanya tak lagi ramah, amarah tumpah ruah. Muruah hilang terjarah peradaban sejarah sampah, yang tumbuh pada anak-anak yang patuh pada perintah kata-kata sengketa.
Kasih tak lagi singgah dalam hati, sebab acap berselisih di antara cuap-cuap syahwat kuasa, yang lapar akan gelimang tahta dan harta.
Kupang, 2018
MAKASSAR DALAM CANDU RINDU
Lengang kembali pulang menagih janji. Melibas getas-getas waktu. Terberai. Rintik satu-satu meramu derai berbalut sendu.
Pada sebuah pematang pagi, basah menjatuhkan gamang. Tak lagi tampak sua tawa pecah di antara tangan-tangan yang berangkulan girang. Pelukan tinggal sedepah. Almanak mendesis ihwal kepergian. Kita hanya merangkul sunyi, lalu melipat segala kenang di ketiak malam paling gulita.
Sesekali aroma saraba menyeruak menghunjam batang tenggorok. Coto makassar gerayangi gulana hati, kala lapar tercekat di ujung lidah-lidah mati.
Di pantai Losari, kita menumpuk bertumpuk-tumpuk kenangan perihal senja. Di pantai bayang, kita menyesap keceriaan yang ditingkahi riuh embusan angin mamiri.
Makassar, di tubuhmu candu rindu menggahar ingar tak pernah putus.
: Sayonara. Sampai bersua raga kembali.
Makassar, 2018
Tentang Penulis : Yasir Arafat Stalin. Kini, mengabdi sebagai tenaga pengajar di SMP Negeri Latang, Kecamatan Pulau Pura, Kabupaten Alor-NTT. Pernah mengikuti Pendidikan Profesi Guru di Universitas Muhammadiyah Makassar Tahun 2018.