Cerpen Perdana“CURAHAN HATI SANG PENDETA TUA ”
Cerah ceria dipenghujung senja saat selesai doa diaminkan, aku melangkah mondar-mandir ketika wilayah dapur rumah mulai kosong. Langkahku mengarah pada setiap sudut-sudut tidak terarah. Ini tempat cuci piring, ini tempat masak di mana semuanya berserakahan dalam hatiku ” apa arti ini semua” ( hatiku membisu sepi dengan tanda tanya kebingungan ). Syalom, suara ini suara salaman asing dikupingku.
Ternyata aku berlari ke depan rumahku tepat di ambang depan pintu ruang tamu itu kudapati sosok tua rentah bertongkat dua dengan tubuh gementar dalam ucapan kata-katanya. Apakah benar ini rumahnya guru, guru kunyadu saya,,,?. Aku pun menjawab iya, memang benar sambilku ulurkan tanganku merangkul sabar perlahan masuk ke ruang tamu dan mempersilahkn duduk di atas bangku bale-bale kursi itu.
Katanya, aku telah terlalu tua, pendengaranku pun telah terganggu, kedua kakiku pincang, maraku pun tak mampu memandang terang seperti dahulu, aku adalah pendeta tua yang telah pensiun dari pekerjaanku itu.
Simponi alunan sejuk mulai ditawarkan oleh sang pendeta tua ini. Semercik air yg mengalir ttidak akan memberi kesejukan cela bagai ungkapan biasa dicari manusia dalam senen mata-mata hati pencari sensasi hidup, semuanya hanyalah hampa menjaring angin.