BULAN Agustus dan September 2019 bisa disebut sebagai musim pelantikan anggota DPRD. Pada periode itu Anggota DPRD Provinsi dan kabupaten/kota di NTT Masa Jabatan 2019-2024, dilantik untuk memulai tugas mereka sebagai wakil rakyat.
Sejumlah harapan klise sudah disampaikan. Masyarakat berharap anggota DPRD yang baru harus menunjukkan kinerja lebih positif ketimbang DPRD periode sebelumnya. Anggota DPRD baru juga harus konsisten terhadap tugas pokok dan fungsi sebagai wakil rakyat. Artinya, mereka harus benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat.
Tidak ada yang salah dengan keklisean itu. Pasalnya, sesuatu yang klise biasanya diulang-ulang dan sifatnya sangat umum. Tanpa parameter yang jelas sehingga sulit bagi publik untuk mengukur sejauh mana harapan mereka telah terpenuhi atau tidak.
Padahal, sejatinya rakyat bisa menitipkan harapan lebih tajam, Lebih mengarah pada pokok persoalan di masyarakat. Bagaimanapun dengan fungsi legislasi dan pengawasan yang mereka miliki, DPRD adalah bagian dari tanggung jawab pemerintahan daerah dalam banyak aspek. Dari pemerataan ekonomi dan pembangunan hingga pengurangan kemiskinan. Maka wajar bila mereka dituntut untuk mengoptimalkan perannya, terlebih harus merealisasikan janji-janji.
Dalam konteks otonomi dan desentralisasi, peran DPRD amatlah sentral. Apalagi, dengan visi pemerintahan Presiden Joko Widodo yang ingin mewujudkan visi pembangunan Indonesiasentris, DPRD tentu menjadi salah satu kunci. DPRD mestinya mampu merangkul semua elemen di daerah serta menjadi jembatan antara pemerintah daerah dan masyarat.
Namun, di atas itu semua, rakyat ingin parlemen daerah di masa mendatang bebas dari perilaku korupsi. Sudah terlampau banyak kasus korupsi yang melibatkan anggota dewan, termasuk di daerah. Saking banyaknya kasus korupsi di lingkaran DPRD, bahkan sebagian dilakukan secara massal.